Sukses

Dirut KAI: Tak Ada PHK Selama Pandemi Covid-19

Pada periode Januari-Mei 2020, biaya pegawai KAI mencapai Rp2,8 triliun atau 38 persen dari total biaya operasional.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Kereta Api Persero (KAI), Didiek Hartantyo, memastikan bahwa perusahaan tidak akan mengambil kebijakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di tengah pandemi Corona Covid-19. Tercatat, saat ini KAI memiliki 46.456 pegawai.

"Bagaimana 46 ribu pegawai ini kami tetap jaga kesehatan dan kesejahteraan. Biaya tenaga kerja kami sebulan Rp 260 miliar. Tapi kami tidak lakukan PHK, saya tidak potong gaji mereka. Saya lengkapi alat kesehatan karena ini adalah aset utama," tegasnya di Komisi VI DPR RI, Jakarta, Rabu (8/7/2020).

KAImemang telah melakukan efisiensi untuk mempertahankan kinerjanya operasional di masa pandemi Covid-19. Salah satunya berdampak pada pemangkasan bonus pegawai. Namun gaji pokok dan seluruhnya tetap dibayar utuh.

Berdasarkan bahan paparan PT KAI beban operasional terbesar berasal dari biaya pegawai. Pada periode Januari-Mei 2020, biaya pegawai mencapai Rp2,8 triliun atau 38 persen dari total biaya operasi sebanyak Rp 7,4 triliun.

Dengan beban tersebut, perusahaan melakukan efisinesi terhadal biaya pegawai yang disesuaikan dengan tidak melakukan rekrutmen pada tahun 2020. Selain itu, pihaknya juga memberlakukan penurunan premi awak KA karena pembatasan operasional KA.

Selanjutnya, KAI juga tak lagi mengalokasikan Imbalan Kerja Keberhasilan Kinerja (IKKK). Adapun total efisiensi dari biaya pegawai ini mencapai Rp 1,84 triliun selama periode tahun 2020.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Proyeksi Pendapatan KAI dari 2020 hingga 2024

Sebelumnya, Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) Didiek Hartantyo memproyeksikan, pendapatan KAI ke selama lima tahun ke depan akan terus mengalami kenaikkan. Untuk 2020 atau di tahun pandemi ini, Didiek menyebut pendapatan KAI akan berada di kisaran Rp 22,7 triliun.

Angka tersebut hanya tumbuh kecil dibandingkan dengan pendapatan di 2019 yang tercatat Rp 22,6 triliun.

Sedangkan untuk tahun depan, KAI memperkirakan dampak pandemi masih akan terasa. “Kami masih belum yakin kondisi ekonomi dan transportasi di 2021. Jadi asumsi di 2020 kira-kira masih dekat dengan 2019. Lalu di 2021 kita masih akan sulit,” kata Didiek dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (8/8/2020).

Didiek melanjutkan, namun untuk kondisi di 2021 sudah lebih baik jika dibandingkan dengan tahun ini. Alasannya, di tengah tahun ini KAI sudah mulai mencoba mengoperasikan kereta api jarak jauh. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi pendapatan perseroan. 

Namun karena masih ada batasan-batasan yang diberlakukan pemerintah seperti jaga jarak, kenaikan pendapatan di tahun depan tidak akan tinggi. "Animo masyarakat masih belum tinggi karena adanya batasan-batasan, dimana ada batasan selain physical distancing kapasitas kereta hanya 70 persen, dan penumpang harus memenuhi protokol standar kesehatan,” ujarnya.

Oleh karena itu, KAI memproyeksikan pendapatan di 2021 akan berada di angka Rp 28,3 triliun. Untuk tahun selanjutkan, pendapatan tersebut akan terus membaik dengan prediksi di 2022 sebesar Rp 35 triliun, kemudian di 2023 mencapai Rp 38 triliun. Sedangkan untuk 2024, KAI memperkirakan bisa memperoleh pendapatan Rp 43,3 triliun.

“Kenaikan pendapatan ini utamanya adalah dari kenaikan angkutan logistik. Jadi ke depan Kami akan meningkatkan program-program untuk meningkatkan angkutan barang dalam rangka untuk mendorong angkutan logistik nasional sehingga bisa memberikan dampak pada pendapatan PT Kereta Api Indonesia (KAI) ,” pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.