Sukses

Erick Thohir Bakal Pangkas BUMN Jadi 100 Perusahaan

Untuk melakukan perampingan BUMN, Kementerian masih menunggu pengalihan kewenangan merger.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir tengah mengkaji rencana pengurangan jumlah perusahaan milik negara. Saat ini total perusahaan pelat merah tercatat sekitar 142 perusahaan, dan akan dikurangi menjadi 100 perusahaan.

Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, pihaknya sedang mencari skema tepat untuk merampingkan jumlah BUMN yang ada. Nantinya beberapa BUMN yang tidak memiliki fungsi sosial tinggi akan digabungkan atau dibubarkan.

"Jadi kita lagi lakukan portofolio review. Nanti kita lihat bagaimana kita menurunkan jumlah BUMN karena memang Pak Erick sudah sampaikan bahwa kita ingin BUMN lebih ramping tapi lebih efektif," kata Kartika Wirjoatmodjo di Jakarta, Rabu (5/2/2020).

"Nah jadi nanti kita lihat portofolionya mana yang bisa create value, mana yang PSO. Nah yang tidak meng-create value dan tidak ada fungsi sosial yang besar kita mau gabungkan atau kita mau likuidasi," sambung dia.

Untuk melakukan perampingan tersebut pihaknya masih menunggu pengalihan kewenangan merger atau likuidasi perusahaan BUMN. Sebab, kewenangan saat ini masih berada di Kementerian Keuangan.

"Ini kita masih tunggu kewenangan juga karena kewenangannya sekarang masih di Kementerian Keuangan," jelas dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pemerintah Diminta Pangkas Jumlah BUMN

Sebelumya, pemerintah diminta menyederhakan jumlah BUMN di Indonesia, yang kini mencapai 118 perusahaan. Pengawasan BUMN saat ini berada di bawah Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan.

Meski perlu dikurangi, peran BUMN dalam beberapa tahun belakangan dinilai mengalami peningkatan kinerja yang signifkan seiring dengan upaya pemerintah dalam percepatan pembangunan infrastruktur. 

"Jumlah yang banyak itu 25 BUMN saja itu sudah mencerminkan 90 persen aktivitas BUMN, jadi ini kan tidak efektif, maka dari kita harus dikurangi," kata Managing Director Lembaga Management FEB Universitas Indonesia (LM FEB UI) Toto Pranoto di Hotel Le Meridien, Jakarta, Rabu (17/1/2018).

Dia mencontohkan, dalam satu dekade terakhir peran perusahaan milik negara (State Owned Enterprises-SOEs) terus melejit menduduki posisi teratas di papan perusahaan ternama dunia atau Global 500 Companies.

Peningkatan kontribusi tersebut, terutama didorong tumbuh pesatnya SOEs dari Tiongkok. Tiga SOEs dari Tiongkok meliputi Sinopec, CNP dan State Grid telah konsisten masuk di dalam 10 besar sejak 2010.

Ketiga perusahaan tersebut mampu menghasilkan kontribusi pendapatan (revenue) hingga 15 persen dari total pendapatan perusahaan terbesar dunia. Angka tersebut merupakan catatan pada 2014, yang merupakan pertumbuhan pendapatan tertinggi sepanjang 10 tahun terakhir.

Pendapatan menjadi tolak ukur utama dari bentuk pengelolaan sebuah SOEs atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia. Tiongkok membentuk pengelolaan SOEs secara terpusat, yang berarti dalam setiap sektoral bisnis hanya ada satu perusahaan milik negara sebagai leading sector, yang menjadi acuan bagi sektor-sektor ikutannya turut berkembang.

"Sementara itu, dalam satu sektoral bisnis di Indonesia terdapat beberapa entitas BUMN yang mencari peruntungan. Alih-alih menjadi leading sector bagi swasta turut berkembang, satu sama lain BUMN saling berkompetisi," papar Toto.

Untuk itu, dia mengapresiasi Kementerian BUMN yang mencoba merealisasikan holding BUMN. Demi peningkatan daya saing, dan mengikuti BUMN dari China dan beberapa negara di Asean.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini