Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah terus berupaya reformasi birokrasi dan menyederhanakan, serta mempermudah proses izin usaha. Hal ini selain memberikan kepastian usaha juga bertujuan untuk mendorong tumbuhnya usaha-usaha baru.
Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kemenko Perekonomian, Bambang Adi Winarso mengakui, proses izin usaha di Indonesia masih harus diperbaiki lagi.Â
Sebagai contoh, dia mengatakan, proses izin dan syarat-syarat mendirikan rumah toko (ruko) dua lantai sama dengan proses serta syarat untuk mendirikan apartemen.
Advertisement
"Iya prosesnya sama. Pernah urus IMB enggak? Coba periksa," kata dia, saat ditemui, di Kantor Bappenas, Jakarta, Rabu (19/6/2019).
Baca Juga
Menurut dia, salah satu pertimbangan mengapa izin diperlukan adalah terkait dengan risiko di masa depan. Oleh karena itu, tingkat kerumitan izin seharusnya disesuaikan dengan tingkat risiko usaha.
"Mengelola izin itu fungsi dari risiko. Kalau risikonya rendah ya daftar doang," ujarnya.
Hal lain yang juga disebut Bambang yakni SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan). Dia menyebutkan di Indonesia SIUP wajib diurus oleh orang yang hendak melakukan kegiatan usaha perdagangan.
"Harusnya tidak semua dalam bentuk izin, mungkin ada yang hanya perlu mendaftar," imbuhnya.
Dia pun mengambil contoh dari negara-negara lain. Di beberapa negara yang pernah dia sambangi, tidak semua pedagang wajib mengurus SIUP.
"Saya coba di beberapa negara, kalau Anda mau buka salon kamu harus ada SIUP kalau di tempat lain, 'Oh enggak (perlu SIUP). Itu cuma daftar saja.' Selama tempat sesuai dengan peruntukan. Anda mau buka di tempat bisnis (kawasan perdagangan), itu hanya perlu mendata. Tidak perlu izin," tandasnya.
Â
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Jokowi Jengkel Banyaknya Proses Izin Investasi
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku jengkel dengan banyaknya perizinan yang harus diselesaikan investor untuk bisa berinvestasi di Indonesia.
Padahal kehadiran investor tersebut akan membantu memperkuat ekonomi Indonesia. Jokowi mencontohkan, pada lima tahun lalu, jumlah izin yang harus dipenuhi untuk membangun sebuah pembangkit listrik mencapai 259 dokumen perizinan.
Padahal Indonesia sangat membutuhkan pembangkit listrik baru untuk bisa meningkatkan rasio elektrifikasi nasional.
"Untuk pembangkit listrik, 5 tahun lalu, saya cek berapa izin? 259 izin. Apa enggak terengah-engah investornya. Dari yang sebelumnya hanya berupa rekomendasi, sekarang menjadi izin," ujar dia di Jakarta, Kamis, 9 Mei 2019.
Saat ini, jumlah izin tersebut telah dipangkas menjadi 58 perizinan. Namun, hal tersebut juga dinilai masih belum cukup. Seharusnya untuk proyek yang memang dibutuhkan untuk Indonesia, syarat perizinan hanya cukup 5 izin saja.
"Sudah kita potong 259 menjadi 58. Tapi jangan tepuk tangan. Ini masih banyak. Seharusnya maksimal 5 saja cukup. Jengkel saya, kita enggak bisa selesaikan yang sudah kelihatan. Kalau lingkup kota masih sanggup saya (membereskan), lingkup provini sanggup saya. Tapi ini lingkup negara, 34 provinsi, 514 kabupaten kota," kata dia.
Menurut Jokowi, jika memang ada investor yang ingin berinvestasi membangun fasilitas produksi yang berorientasi ekspor dan menjadi substitusi impor, tidak perlu dipersulit dengan panjangnya proses perizinan.
"Kalau orientasi ekspor, untuk substitusi impor, kalau perlu enggak perlu pakai izin. Izinnya diberikan kemudian," tandas dia.
Â
Advertisement
Jokowi: Ekonomi RI Berpotensi Masuk 4 Besar di Dunia pada 2045
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meluncurkan Visi Indonesia 2045. Hal ini dilakukan saat menghadiri Musyawarah Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Musrembangnas) 2019.
Jokowi mengungkapkan, pada 2045, pemerintah menargetkan Indonesia bisa masuk dalam 4 besar negara dengan ekonomi terkuat di dunia.
"Kita memiliki peluang besar untuk menjadi negara ekonomi terkuat, bisa masuk 5 besar dan 4 besar negara ekonomi terkuat di 2045," ujar dia di Jakarta, Kamis, 9 Mei 2019.
Sebagai informasi, sejumlah target yang akan dicapai pemerintah di 2045, antara lain peringkat 5 PDB terbesar di dunia, rasio gini 0,34, balita stunting 5 persen, percepatan pendidikan yang merata, reformasi ketenagakerjaan, peningkatan peran energi baru dan terbarukan.Â
Namun demikian, lanjut Jokowi, untuk mencapai target-target bukan perkara yang mudah. Indonesia harus terlebih dulu keluar dari perangkat kelas menengah (middle income trap).
"Untuk masuk ke sana tidak mudah, banyak tantangan yang harus diselesaikan. Jangan dipikir kita biasa-biasa tahu-tahu masuk ke 4 besar. Rumus seperti itu tidak ada. Banyak negara yang terjebak middle income trap karena tidak bisa menyelesaikan persoalan besar di negaranya. Kita harus bisa menyelesaikan persoalan yang ada menuju 2045, 100 tahun Indonesia merdeka," tandas dia.
Â