Sukses

Jokowi Jengkel Banyaknya Proses Izin Investasi

Presiden Jokowi menuturkan, syarat perizinan hanya cukup lima izin saja terutama berorientasi ekspor.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku jengkel dengan banyaknya perizinan yang harus diselesaikan investor untuk bisa berinvestasi di Indonesia.

Padahal kehadiran investor tersebut akan membantu memperkuat ekonomi Indonesia. Jokowi mencontohkan, pada lima tahun lalu, jumlah izin yang harus dipenuhi untuk membangun sebuah pembangkit listrik mencapai 259 dokumen perizinan.

Padahal Indonesia sangat membutuhkan pembangkit listrik baru untuk bisa meningkatkan rasio elektrifikasi nasional.

"Untuk pembangkit listrik, 5 tahun lalu, saya cek berapa izin? 259 izin. Apa enggak terengah-engah investornya. Dari yang sebelumnya hanya berupa rekomendasi, sekarang menjadi izin," ujar dia di Jakarta, Kamis (9/5/2019).

Saat ini, jumlah izin tersebut telah dipangkas menjadi 58 perizinan. Namun, hal tersebut juga dinilai masih belum cukup. Seharusnya untuk proyek yang memang dibutuhkan untuk Indonesia, syarat perizinan hanya cukup 5 izin saja.

"Sudah kita potong 259 menjadi 58. Tapi jangan tepuk tangan. Ini masih banyak. Seharusnya maksimal 5 saja cukup. Jengkel saya, kita enggak bisa selesaikan yang sudah kelihatan. Kalau lingkup kota masih sanggup saya (membereskan), lingkup provini sanggup saya. Tapi ini lingkup negara, 34 provinsi, 514 kabupaten kota," kata dia.

Menurut Jokowi, jika memang ada investor yang ingin berinvestasi membangun fasilitas produksi yang berorientasi ekspor dan menjadi substitusi impor, tidak perlu dipersulit dengan panjangnya proses perizinan.

"Kalau orientasi ekspor, untuk substitusi impor, kalau perlu enggak perlu pakai izin. Izinnya diberikan kemudian," tandas dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Jokowi: Ekonomi RI Berpotensi Masuk 4 Besar di Dunia pada 2045

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meluncurkan Visi Indonesia 2045. Hal ini dilakukan saat menghadiri Musyawarah Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Musrembangnas) 2019.

Jokowi mengungkapkan, pada 2045, pemerintah menargetkan Indonesia bisa masuk dalam 4 besar negara dengan ekonomi terkuat di dunia.

"Kita memiliki peluang besar untuk menjadi negara ekonomi terkuat, bisa masuk 5 besar dan 4 besar negara ekonomi terkuat di 2045," ujar dia di Jakarta, Kamis, 9 Mei 2019.

Sebagai informasi, sejumlah target yang akan dicapai pemerintah di 2045, antara lain peringkat 5 PDB terbesar di dunia, rasio gini 0,34, balita stunting 5 persen, percepatan pendidikan yang merata, reformasi ketenagakerjaan, peningkatan peran energi baru dan terbarukan. 

Namun demikian, lanjut Jokowi, untuk mencapai target-target bukan perkara yang mudah. Indonesia harus terlebih dulu keluar dari perangkat kelas menengah (middle income trap).

"Untuk masuk ke sana tidak mudah, banyak tantangan yang harus diselesaikan. Jangan dipikir kita biasa-biasa tahu-tahu masuk ke 4 besar. Rumus seperti itu tidak ada. Banyak negara yang terjebak middle income trap karena tidak bisa menyelesaikan persoalan besar di negaranya. Kita harus bisa menyelesaikan persoalan yang ada menuju 2045, 100 tahun Indonesia merdeka," tandas dia.

 

3 dari 3 halaman

Jokowi: Proses Perizinan di Indonesia Terlalu Ruwet

Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan banyak perusahaan asing yang ingin berinvestasi di Indonesia. Namun, demikian, keinginan itu terhambat oleh proses perizinan investasi di Indonesia yang dinilai terlalu berbelit.

"Sebelum masuk, mereka sangat antusias, tapi begitu masuk kita tahu semuanya betapa masih ruwetnya mengurus perijinan di negara kita," jelas Jokowi saat meresmikan Pembukaan Kongres Ikatan Notaris Indonesia di Kompleks Istana Kepresidenan Bogor Jawa Barat, Selasa, 23 April 2019.

Menurut Jokowi, keruwetan yang dimaksud yaitu terlalu lamanya proses birokorasi yang harus dijalani. Padahal, proses itu bisa dibuat lebih mudah dan simpel.

"Ruwet artinya lama. Ruwet artinya biaya yang harus dibayar lebih mahal. Ini problem yang selalu saya dengar dari investor-investor yang ingin masuk ke Indonesia. Artinya eksekusi kita ini lamban," ucap dia.

Jokowi menjelaskan bahwa berdasarkan data Index Ease of Doing Business (indeks kemudahan berbisnis), Indonesia berada di posisi 72 per 2017. Menurut dia, hal ini memberikan kemudahan untuk berbisnis di Indonesia.

Namun, banyaknya peraturan-peraturan dan perizinan yang harus dipenuhi menjadi masalah utama yang membuat para investor kabur.

Padahal, kata Jokowi, kunci pertumbuhan ekonomi Indonesia ada dua, yakni investasi dan ekspor. 

"Kunci pertumbuhan ekonomi di negara kita ini ada dua kuncinya. Kalau investasi masuk sebanyak-banyaknya, kalau ekspor meningkat setinggi-tingginya. Engga ada yang lain. Kuncinya hanya dua itu," ucap dia.

"Tapi sekali lagi, inilah kondisi negara kita. Negara yang penuh dengan peraturan. Saya pernah menyampaikan ada 43 ribu aturan yang harus kita jalankan," Jokowi melanjutkan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.