Sukses

Kelapa Sawit Sembilan Kali Lebih Efisien Hasilkan Minyak Nabati

Komoditas minyak nabati lainnya membutuhkan lahan sembilan kali lebih besar dibandingkan kelapa sawit.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution menggelar rapat koordinasi mengenai kondisi sawit dan keanekaragaman hayati. Rapat tersebut secara spesifik membahas mengenai temuan Satuan Tugas Kelapa Sawit International Union for Conservation of Nature (IUCN) yang telah merampungkan analisis obyektif tentang dampak kelapa sawit terhadap keanekaragaman hayati secara global.

Menko Darmin mengatakan, hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak sawiti sembilan kali lebih efektif dalam menghasilkan minyak nabati. Sementara itu, komoditas minyak nabati lainnya membutuhkan lahan sembilan kali lebih besar dibandingkan kelapa sawit.

"Jadi perimbangannya diperlukan lahan sampai dengan 8 atau 9 kali lipat lebih luas untuk tanaman lainnya menghasilkan 1 ton minyak nabati dibanding sawit," ujar Menko Darmin saat memberi paparan hasil rapat koordinasi di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (4/2).

Darmin merinci, untuk memproduksi 1 ton minyak nabati hanya dibutuhkan lahan 0,26 hektare (ha). Sementara sumber minyak nabati lainnya seperti bunga matahari dan kacang kedelai membutuhkan lahan masing-masing 1,43 ha dan 2 ha untuk menghasilkan 1 ton minyak nabati.

"Di tengah berbagai tantangan yang dihadapi oleh industri kelapa sawit, utamanya di Indonesia, fakta berbasis ilmiah seperti ini sangat diperlukan untuk memberikan pemahaman kepada publik, terkait pengembangan kelapa sawit di Indonesia," jelasnya.

Pada tahun 2050, diperkirakan kebutuhan minyak nabati dunia sebesar 310 juta ton. Saat ini minyak kelapa sawit berkontribusi sebesar 35 persen dari total kebutuhan minyak nabati dunia, dengan konsumsi terbesar di India, RRT dan Indonesia.

Adapun proporsi penggunaannya adalah 75 persen untuk industri pangan dan 25 persen untuk industri kosmetik, produk pembersih dan biofuel.

Kepala Satgas Kelapa Sawit International Union for Conservation of Nature (IUCN) Erik Meijaard menyampaikan temuan lain dalam studi antara lain menunjukkan, keanekaragaman hayati di hutan hujan tropis diisi sekitar 193 spesies yang langka, seperti orangutan, siamang, gajah serta harimau. 
 
Pemerintah Indonesia pun sudah mengalokasikan habitat bagi flora dan fauna tersebut. 
"Jenis habitatnya berupa taman nasional, cagar alam, suaka margasatwa, dan kawasan lindung lainnya dengan luasan hutan konservasi sebesar 22,1 juta ha dan hutan lindung seluas 29,7 juta ha," jelas Erik. 
 
Lebih lanjut, hasil studi juga menyatakan bahwa wilayah tropis di Afrika dan Amerika Selatan merupakan daerah potensial untuk penyebaran kelapa sawit. Wilayah tersebut merupakan habitat bagi setengah (54 persen) dari spesies mamalia terancam di dunia dan hampir dua pertiga (64 persen) dari spesies burung yang terancam. 
 
"Jika kelapa sawit digantikan oleh tanaman penghasil minyak nabati lainnya, maka akan menimbulkan dampak terhadap ekosistem hutan tropis dan savana di Amerika Selatan," jelasnya. 
 
Erik melanjutkan, jika melihat dampak kerusakan terhadap keanekaragaman hayati yang ditimbulkan oleh kelapa sawit dengan perspektif global, maka tidak ada solusi yang sederhana. Separuh dari populasi dunia menggunakan minyak kelapa sawit dalam bentuk makanan.
 
"Dan jika ini kita larang atau boikot, minyak nabati lainnya yang membutuhkan lahan lebih luas akan menggantikan kelapa sawit. Kelapa sawit akan tetap dibutuhkan dan kita perlu segera mengambil langkah untuk memastikan produksi kelapa sawit yang berkelanjutan, memastikan semua pihak pemerintah, produsen dan rantai pasok menghargai komitmen mereka terhadap keberlanjutan."
 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.