Sukses

Audit Disebut Bisa Perjelas Polemik Data Pangan RI

Hasil kinerja pertanian di Indonesia dapat dilihat dari beberapa indikator.

Liputan6.com, Jakarta Pengamat menyarankan adanya audit data terkait polemik perbedaan data pangan. Salah satunya, data di Kementerian Pertanian (Kementan).

"Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) baiknya melakukan audit terkait polemik data pangan, supaya permasalahan jelas," kata Pengamat Fiskal dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Rony Bako mengutip Antara, di Jakarta, Selasa (6/11/2018).

Dia turut menyoroti kenaikan anggaran di Kementan. Kenaikan anggaran hingga lebih 50 persen justru paradoksal dengan polemik data pangan.

Kenaikan anggaran satu instansi harus diuji dengan dengan output yang dihasilkan, yakni peningkatan hasil produksi pertanian, terutama tanaman pangan.

Tercatat, anggaran Kementerian Pertanian naik dari 2017 ke 2018 hingga 57,22 persen. Pada 2017, anggaran untuk Kementerian Pertanian pada APBN dialokasikan sebesar Rp 24,15 triliun, kemudian melonjak menjadi sebanyak Rp 37,97 triliun.

Dia mengingatkan, outcome kinerja pertanian dapat dilihat dari beberapa indikator. Pertama mengenai kesejahteraan petani. Kedua mengenai kemampuan konsumen untuk membeli komoditas.

Dia mencontohkan, Nilai Tukar Petani (NTP) petani pangan, khususnya padi, harusnya bertambah cukup banyak.

Sementara itu, harga beras di tingkat konsumen juga harus terjaga. Secara umum, berdasarkan data BPS, Nilai Tukar Petani (NTP) nasional pada Oktober 2018 justru turun 0,14 persen secara month to month ke angka 103,02 dibandingkan September 2017.

Penurunan disebabkan indeks harga yang diterima petani lebih kecil dari kenaikan indeks harga yang dibayar petani.

Harga gabah kering panen di tingkat petani pada Oktober ini sendiri tercatat naik 0,98 persen. Namun, kenaikan produksi petani ini tidak diimbangi kesejahteraan petani tanaman pangan tersebut.

Kondisi ini dilihat dari NTP petani pangan yang hanya meningkat 0,82 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara itu, harga beras diketahui mengalami fluktuasi tinggi di tahun ini.

Di sisi lain, Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menyayangkan adanya perbedaan data soal komoditas jagung. Pemerintah bahkan berencana mengimpor jagung. Langkah ini dinilai akan membuat para petani merugi. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Mentan Amran: Impor Jagung untuk Lindungi Peternak Kecil

Pemerintah akhirnya memutuskan mengimpor jagung pakan ternak sebanyak 50.000 ton hingga 100.000 ton pada akhir tahun 2018. Hasil impor jagung ini dilakukan untuk menjaga kebutuhan para peternak mandiri.

Hal tersebut diputuskan usai pemerintah melangsungkan rapat koordinasi (rakor) terbatas yang dilakukan di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (2/11/2018).

Adapun sejumlah menteri yang hadir dalam rakor ini adalah Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan Menteri BUMN Rini Soemarno. Selain itu hadir juga Direktur Utama Perusahaan Umum Bulog Budi Waseso, dan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian, I Ketut Diarmita mengatakan, keputusan impor jagung tersebut sudah disepakati oleh beberapa kementerian terkait. Mengenai skemanya nanti akan diserahkan melalui Perum Bulog.

"Artinya bulog ditugaskan menteri BUMN sudah seperti itu aturannya," kata Ketut saat ditemui di Kementerian Perekonomian, Jakarta.

Ketut menyebut, keputusan impor jagung ini juga sebagai pertimbangan atas harga jagung yang saat ini kian melambung. Akibatnya sejumlah peternak pun banyak yang merasakan keberatan.

"Jagung kan mahal nih. Supaya biar terjangkau misalnya harganya sampai Rp 4.000 per kilogram kan sesuai HPP (Harga Pokok Penjualan) maka diintervensi," jelasnya.

Diketahui, peternak mengeluhkan harga jagung yang terus naik dan stok yang minim di pasar. Melihat tren iklim, dan kondisi perjagungan nasional, dikhawatirkan akan terjadi krisis pasokan jagung untuk pakan.

Padahal, tinggi harga pakan berakibat ke tingginya harga ayam dan telur.  Peternak pun meminta pemerintah memperhatikan soal harga dan stok ini, dengan membuat data yang akurat.

"Keberadaan stok jagung berapa, dibandingkan kebutuhan kita berapa, serta produksi kita per bulan berapa. Cadangan kan tidak ada, Bulog kan tidak ngumpulin jagung," ungkap Presiden Peternak Layer (ayam petelur) Nasional, Ki Musbar Mesdi dalam keterangannya, Kamis (1/11/32018).

Harga jagung yang mencapai harga Rp 5.300 per kilogram (kg) menjadi indikasi minimnya ketersediaan. Sementara, kebutuhan jagung untuk bahan pakan ternak sangatlah tinggi, mencapai 780 ribu ton per bulan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.