Sukses

Sektor Migas Aman, Pemerintah Pastikan Harga BBM Tak Naik

Menteri ESDM meyakinkan bahwa sektor migas masih terkendali, BBM pun tidak naik.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai rupiah terhadap dolar AS melewah sampai level Rp 14.969 akibat dampak dinamika ekonomi global. Meskipun begitu, sektor minyak dan gas (migas) di Indonesia tercatat memiliki penerimaan yang bagus sehingga tak ada rencana kenaikkan.

"Pemerintah tidak merencanakan kenaikkan harga BBM dalam waktu dekat," ujar Menteri ESDM Ignasius Jonan, Selasa, 5 September 2019 di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta.

Dasar dari keputusan tidak menaikkan harga BBM adalah capaian positif penerimaan negara di subsektor migas pada semester pertama 2018. Penerimaan tersebut lebih baik ketimbang periode yang sama di tahun sebelumnya.

"Penerimaan negara di subsektor migas pada semester pertama 2018 lebih baik, bahkan lebih besar sekitar USD 1,89 miliar dibanding semester pertama tahun lalu. Bahan setelah dikurangi tambahan subsidi solar tahun ini, angkanya masih positif," ucap Jonan.

Lebih lanjut, Agung Pribadi selaku Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM, menguraikan bahwa angka tersebut adalah penerimaan negara yang berasal dari lifting migas.

"Untuk semester pertama 2018, angka penerimaan negara dari migas ini mencapai USD 6,57 miliar, tahun lalu pada periode yang sama angkanya USD 4,68 miliar. Nilainya naik USD 1,89 miliar atau sekitar Rp 28 triliun, ucap Agung, Rabu (5/9/2018) di Jakarta.

Melihat pencapaian itu, ia memandang wajar keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM meski kurs rupiah terhadap dolar AS melemah. Agung pun optimistis bahwa tren neraca migas yang menunjukkan sinyal positif di semester pertama 2018 tetap akan berlanjut di semester kedua 2018.

2 dari 2 halaman

Subsidi Solar Bertambah

Agung turut menjelaskan subsidi BBM jenis solar yang diberikan pemerintah lebih besar daripada tahun sebelumnya. Bila tahun sebelumnya subsidi adalah Rp 500, sekarang menjadi Rp 2.000.

"Realisasi penyaluran solar pada semester 1 tahun 2018 ini sebesar 7,2 juta kilo liter (KL), dikalikan tambahan subsidi Rp 1.500 menjadi sekitar Rp 10,8 triliun, jauh lebih kecil dibandingkan penerimaan negara yang kita punya di semester satu ini sebesar Rp 28 triliun," ujar Agung.

Ia menambahkan, penerimaan Rp 28 triliun itu sudah bisa menutup beban tambahan subsidi sampai akhir tahun 2018, di mana kuota solar total mencapai 14,5 KL.

Kementerian ESDM juga telah menetapkan kebijakan strategis mulai dari penataan ulang proyek ketenagalistrikan, penerapan perluasan mandatori B20, meningkatkan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri), hingga kebijakan hasil ekspor sumber daya alam untuk penguatan devisa nasional.

"Kami harap semua pihak dapat mendukung kebijakan pemerintah demi melindungi kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia," tegas Agung.