Sukses

 Airnav Bakal Perbanyak Menara Pemantau Penerbangan di Papua

Sekitar 50 persen kecelakaan pesawat terjadi di Papua mengingat panjang landasan pacu sangat pendek dan tidak memenuhi syarat.

Liputan6.com, Jakarta - Airnav Indonesia memiliki rencana untuk meningkatkan fasilitas penerbangan pesawat di daratan Papua. Pada 2017, pihaknya akan menambah jumlah menara pemantau (tower) ‎dan juga meningkatkan teknologi pemantau penerbangan.

Direktur Operasional Airnav Indonesia, Wisnu Darjono menjelaskan, saat ini belum semua wilayah udara Papua terpantau oleh flight tracker (ADS-B) yang dipasang di beberapa bandar udara.

"Tahun depan kami bangun tower dan fasilitas di Papua. Setidaknya akan kita tambah 6 ADS-B‎ di wilayah Papua, dengan begitu hampir semua wilayah Papua bisa kita pantau," kata Wisnu saat berbincang dengan wartawan, Kamis (29/12/2016).

Peningkatan fasilitas dengan melalui teknologi komunikasi dan pemantauan penerbangan menjadi fokus investasi Airnav Indonesia pada 2017. Tahun depan, setidaknya perseroan memiliki anggaran Rp 2,2 triliun yang tengah diajukan di Kementerian BUMN.

Sampai saat ini, Airnav Indonesia mengelola navigasi penerbangan di seluruh ruang udara Indonesia yang terbagi menjadi 2 Flight Information Region dengan 12.206 pergerakan per hari.

Beberapa tantangan yang harus diselesaikan Airnav Indonesia pada 2017 dan kedepannya adalah menciptakan penerbangan maskapai yang lebih efektif. Dengan penerbangan yang lebih efektif‎ maka bisa mendukung Green House Effect.

"Ini semua menjadi tantangan kita, karena di tengah pertumbuhan traffic per tahunnya 5,8 persen namun tetap efektif, itu bukan perkara yang mudah," tambahnya.

Sebelumnya pada 28 Desember 2016, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi akan membangun empat bandara di pegunungan Papua pada 2017. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kasus kecelakaan yang terjadi di daerah tersebut akibat buruknya fasilitas bandara.

"Kecelakaan pesawat banyak terjadi karena sarana masih kurang, navigasi tidak ada, landasan pacu (runway) masih pendek. Makanya saya mau investasi banyak di Papua pada 2017," ujarnya.

Sekitar 50 persen kecelakaan pesawat terjadi di Papua mengingat panjang landasan pacu sangat pendek dan tidak memenuhi syarat. Ia menyebut tercatat ada 400 bandara di Papua dengan skala kecil-kecil.

"Contohnya di Bandara Ilaga Papua, Kabupaten Puncak, panjang runway cuma 600 meter di atas ketinggian 3.500 kaki, sehingga menyebabkan banyaknya kecelakaan," terangnya.

Atas dasar alasan tersebut, Budi Karya mengatakan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan membangun empat bandara di Papua. Fokusnya di daerah pegunungan, seperti Bandara Ilaga, dan tiga bandara lainnya.

"Kami akan upayakan memperpanjang runway sampai 1.600 meter, sehingga pesawat jenis ATR bisa mendarat. Supaya ada alternatif, di tempat ketinggian yang sering bermasalah selama ini diselesaikan, Air Traffic Control (ATC) dibenerin karena sekarang jarak berapa tidak tahu ada kabut atau kalau ada pesawat lain tidak tahu," jelasnya.

Budi Karya menyebut pembangunan empat bandara ini akan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017. Kemenhub telah mengalokasikan anggaran sekitar Rp 400 miliar-Rp 500 miliar untuk membangun sarana bandara.

"Dananya murni dari APBN. Kebutuhannya sekitar Rp 400 miliar-Rp 500 miliar untuk tahap I di APBN 2017. Kan, proyeknya dua tahun, sehingga diharapkan selesai 2019. Sedangkan investasi peralatan dan ATC dari Airnav, kita yang bangun runway," dia menerangkan. (Yas/Gdn)

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.