Sukses

Pengampunan Pajak Rawan Kecemburuan Sosial

Tax amnesty sebenarnya ide yang lumrah namun di Indonesia berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial.

Liputan6.com, Jakarta - Wacana penerapan kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty masih menimbulkan pro dan kontra hingga saat ini. Direktur Eksekutif Center For Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo mengatakan, penerapan kebijakan ini berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial hingga terjadinya konflik sosial.

Dia menjelaskan, selama ini penerimaan pajak masih didominasi wajib pajak (WP) individual seperti para pekerja. Jika pengampunan pajak ini diberlakukan kepada WP yang memiliki banyak uang atau aset di luar negeri, maka dikhawatirkan akan timbul kecemburuan sosial.

"Tax amnesty sebenarnya ide yang lumrah. Tapi ini lebih dari itu. Ada sensitivitas tertentu karena berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial,'' ujarnya dalam diskusi publik Menimbang Pro dan Kontra Tax Amnesty di Jakarta, Jumat (5/6/2015).

Selain itu, lanjut Yustinus, dalam jangka panjang penerapan tax amnesty ini tidak hanya soal pengampunan bagi para pengemplang pajak, tetapi juga pengampunan bagi para tindak pidana seperti pelaku korupsi, tindak pidana pencucian uang dan kejahatan finansial lain.

Menurut dia, pemerintah tidak perlu terburu-buru menerapkan kebijakan ini hanya karena ingin menarik dana para pengusaha sebesar Rp 3.000 triliun hingga Rp 4.000 triliun yang kabarnya diparkir di Singapura. Karena tax amnesty ini juga berpotensi menjadi instrumen pemberian kebebasan atau impunitas bagi para koruptor.

"Realisasi special tax amnesty ini, yang seperti memberi impunitas kepada koruptor," tandasnya. 

Sebelumnya, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan sedang menggodok mekanisme kebijakan tax amnesty bagi Wajib Pajak yang memarkirkan dananya di luar Indonesia. Kebijakan ini rencananya berlaku untuk para koruptor meski dana yang disimpan adalah uang haram.

Direktur Jenderal Pajak, Sigit Priadi Pramudito mengungkapkan, pemerintah sedang membahas kebijakan tax amnesty dengan DPR. Fokusnya, kata dia, menarik dana yang selama ini terparkir dan pengakuan Wajib Pajak soal aset yang ada di luar negeri.

"Kami hitung misalnya di Singapura ada dana sekira Rp 4.000 triliun. Kami coba hitung separuhnya bisa masuk sini, dan diharapkan potensi penerimaannya Rp 100 triliun," ujar dia.

Lebih jauh katanya, Ditjen Pajak sedang menggodok mekanisme tax amnesty dengan DPR, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Bareskrim. Pembahasan ini menyangkut peminat pengampunan pajak apabila kebijakan tersebut diterapkan.

"Kami rekonsiliasi dengan KPK dan Bareskrim, menggodok dan melihat apakah nanti ada peminatnya atau tidak, Kalau mereka ke dalam negeri, mereka dapat penghapusan pajak, kebebasan pidana umum dan khusus, kecuali narkotika dan terorisme," jelasnya.

Namun yang paling mencengangkan dari pernyataan Sigit, kebijakan tersebut juga akan berlaku bagi koruptor yang menyimpan uang dari praktik kotornya di Indonesia.

"Termasuk (uang hasil korupsi) tapi bukan tax amnesty, semacam legal amnesty seperti di Afrika Selatan dan segala macamnya termasuk pidana umum dihapuskan," ucap dia.

Saat ini, lanjutnya, pembahasan tax amnesty masuk dalam Prolegnas 2015. Dia berharap, implementasi kebijakan pengampunan pajak dapat selesai akhir tahun ini. Kebijakan tersebut dibuat dalam Undang-undang (UU) khusus yang menyangkut ranah Kepolisian, Pidana Umum, Pidana Khusus dan bukan Pidana Pajak saja. (Dny/Gdn)


* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.