Sukses

Wajib Pajak Harus Perbaiki SPT 5 Tahunan Mulai 1 Mei

Sunset Policy itu berlaku untuk seluruh pajak seperti SPT Tahunan Jenis PPh, Pajak Pertambahan Nilai baik orang pribadi dan badan.

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan mewajibkan seluruh Wajib Pajak di Indonesia untuk memperbaiki Surat Pemberitahuan (SPT) pajak lima tahun terakhir mulai 1 Mei 2015. Kebijakan ini disebut reinventing policy atau sunset policy  jilid II (penghapusan sanksi pajak).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Mekar Satria Utama mengungkapkan, pihaknya akan menjalankan strategi dasar untuk mengamankan target penerimaan pajak tahun ini.

"Kita akan menerapkan sunset policy, memberi kesempatan seluas-luasnya kepada Wajib Pajak terdaftar, sudah melapor SPT, bahkan yang belum terdaftar sama sekali untuk memperbaiki SPT 2009-2013," tutur dia saat berbincang dengan wartawan di kantornya, Jakarta, Senin (13/4/2015).

Jika Wajib Pajak betul-betul patuh terhadap kebijakan ini, sambung Mekar, Ditjen Pajak akan membebaskan atau menghapus semua sanksi pajak. Sunset policy tersebut berlaku untuk seluruh jenis pajak, seperti SPT Tahunan jenis Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) baik Orang Pribadi dan Badan.    

Dia menjelaskan, perbedaan sunset policy tahun ini dengan sebelumnya di 2008 bersifat sukarela dan mandatory atau wajib. Ditjen Pajak mengaku telah memperoleh data dari berbagai lembaga, diantaranya PPATK, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan dan lainnya.

Data itu mencakup kepemilikan rumah, apartemen hingga sumber dana yang berasal dari transaksi kartu kredit, perubahan saham Wajib Pajak, data realisasi ekspor dan masih banyak lainnya.   

"Kita akan merilis program perbaikan SPT atau sunset policy pada akhir April 2015, sehingga penerapan kebijakan tersebut dapat dilakukan awal Mei 2015. Dan proses perbaikannya sampai akhir tahun ini," tegas Mekar.

Rencana pengampunan pajak atau tax amnesty oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menuai kritik dari pengamat pajak, Yustinus Prastowo. Unit Eselon I Kementerian Keuangan ini diminta untuk fokus menjalankan kebijakan penghapusan sanksi pajak atau sunset policy pada 2015.

"Fokus satu saja, mau terapkan sunset policy atau tax amnesty? Dua kebijakan ini bukan komplementer dalam jangka pendek, insentif dan konsekuensinya masing-masing berbeda," tegas Yustinus saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Jumat 10 April 2014.

Sunset policy, kata dia, merupakan kebijakan penghapusan sanksi pajak namun tarif pajak tetap sesuai aturan berlaku. Sementara tax amnesty adalah pengampunan pajak dengan tarif turun hingga 5 persen, dan diberlakukan sanksi pidana.

"Yang mendapat tax amnesty biasanya Wajib Pajak Orang Pribadi dengan pendapatan menengah ke atas. Dia sukarela melaporkan data pajak seluruhnya kepada Ditjen Pajak, tidak ada yang disembunyikan. Jika ada, sanksinya pidana," lanjutnya.

Dia menyarankan, Ditjen Pajak dapat memberlakukan sunset policy secara konsisten, mengingat Wajib Pajak akan lebih tertarik pada tax amnesty karena tawaran insentif yang lebih menggiurkan. (Fik/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini