Sukses

Soal Harga Minyak, Proyeksi Warren Buffet Keliru?

Kali ini, Warren Buffet diprediksi telah salah langkah memberikan prediksi bisnis

Liputan6.com, New York - Kemerosotan harga minyak mentah dunia hingga mencapai 50 persen memunculkan banyak spekulasi tentang kondisi komoditas ini selanjutnya. Bahkan, anjloknya harga minyak telah memukul perusahaan-perusahaan minyak dunia, tak luput pula para miliarder dunia.

Seperti melansir laman MarketWatch dan Oilpricecom, Kamis (2/4/2015), banyak prediksi tentang seberapa besar titik rendah harga minyak nantinya akan jatuh, dan ikut mempengaruhi miliarder dunia, salah satunya Warren Buffet.

Kali ini, miliarder uzur ini diprediksi telah salah langkah memberikan prediksi bisnis, yang berkaitan dengan harga minyak. Baru-baru ini, Warren Buffett telah menjadi berita utama dengan menjual seluruh saham di Exxon Mobil (NYSE: XOM). Kemudian sisa saham di ConocoPhillips (NYSE: COP), dan mengurangi sahamnya di National Oilwell Varco.

Selama ini, Warren Buffet dikenal sebagai pengusaha ulung yang prediksinya tak pernah meleset. Ini terlihat selama 32 tahun, Berkshire Hathaway, perusahaan investasi Buffet telah menghasilkan pengembalian tahunan rata-rata 24 persen.

Investasi yang paling terkenal adalah Coke, American Express, dan Gillette (yang sekarang Proctor and Gamble). Investasi ini telah menghasilkan lebih dari US$ 3 miliar dolar masing-masing. Itulah sebabnya ketika Buffett membeli atau menjual saham, setiap orang pasti mengikutinya.

Namun, kali ini sepertinya dia kurang mujur pada investasi di sumber daya alam. Pertama-tama kita harus melihat sejarah Warren investasi di sektor sumber daya.

Pertama terjun ke dalam sektor sumber daya dimulai pada tahun 2002, ketika mengambil 500 juta saham di Petro China. Pada tahun 2007, ia menjualnya dengan keuntungan sebesar US$ 3,5 miliar.

Investasi ini berhasil karena ia membelinya ketika undervalued. Dia berpikir bisnis senilai US$ 100 miliar dolar, dan diperdagangkan pada nilai US$ 45 miliar dolar.

Kemudian pada 2008, ia membeli saham di ConocoPhillips. Investasi ini dilakukan karena Buffett menyatakan bahwa sektor energi memberinya stabilitas produk yang ia inginkan.

Investasi ini ternyata mengeluarkan biaya beberapa miliar dolar bagi Berkshire Hathaway. Alasan pertama investasi ini gagal adalah ia melanggar aturan sendiri, yakni "jika Anda tidak dapat memahaminya, jangan lakukan itu. Meskipun jika Anda seorang investor besar."

Penjualan saham di perusahaan minyak menyurutkan saham Warren Buffett di Berkshire Hathaway yang menurun -0,55%. Bahkan usai menjual hampir US$ 4 miliar sahamnya, saham di Exxon Mobil ikut turun.

Diikuti saham di ConocoPhillips yang susut -0,43%, diikuti penurunan harga saham perusahaan minyak dan gas lain hingga -0,19%.

Semua orang tahu tentang catatan investasi luar biasa Buffett. Namun pada pada hal tertentu, seperti minyak, dia dikatakan tidak benar-benar solid, menurut pendapat John Manfreda dalam Oilprice.com.

"Untuk mencapai keberhasilan di sektor ini, Anda harus membeli stok minyak dan gas ketika mereka tidak diminati dan saat harga minyak atau gas rendah," lanjut dia.

Buffett juga memiliki banyak kriteria untuk investasi. Dan  dikatakan beberapa hal itu tidak cocok dengan industri minyak, karena ini perusahaan dengan tipe perusahaan dengan margin yang tinggi dan jumlah utang rendah.

"Keberhasilan Buffet di sektor sumber daya menunjukkan Anda harus membeli ketika harga rendah, sektor ini tidak diminati, arus kas perusahaan masih stabil, dan perusahaan yang menjual kurang dari nilai bukunya," kata Manfreda.

Jim Cramer dari CNBC, mengungkapkan jika harga minyak terus anjlok ke posisi sangat rendah akan sangat memukul harapan perusahaan minyak. Pengusaha berharap harga hanya akan mencapai posisi terendah di US$ 40 per barel.

Harga minyak sempat mengeruk keuntungan kemarin, setelah data pasokan menunjukkan penurunan produksi untuk pertama kalinya dalam delapan minggu.

"Memang bisa jadi ini merupakan indikasi bahwa kemerosotan dalam kegiatan pengeboran sejak awal tahun kini mulai tercermin dalam produksi," kata analis di Commerzbank.

Namun menurut mereka, dalam beberapa minggu mendatang, tren produksi minyak AS benar-benar akan berbalik. Mengingat masih ada masalah kelebihan pasokan, yang tampaknya masih akan terjadi.

Survei WSJ MoneyBeat kepada sekelompok bank investasi memprediksi WTI akan bertengger di kisaran US$ 52 sampai US$ 84 per barel di akhir tahun.

Beberapa data seperti pekerjaan, saham, defisit perdagangan juga ikut menjadi perhitungan para investor terkait harga minyak dunia. (Nrm)

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini