Sukses

Ditjen Pajak Sandera 6 Penunggak Pajak Kelas Kakap

Penunggak pajak ratusan juta hingga miliaran rupiah ini harus rela dijebloskan ke penjara karena urung melunasi kewajibannya pada negara.

Liputan6.com, Jakarta - Sejak capaian penerimaan pajak tahun lalu kurang dari target, pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) mulai sibuk mendesain terobosan upaya ekstensifikasi maupun intensifikasi untuk mengejar pengumpulan setoran pajak yang dipatok Rp 1.244,7 triliun pada 2015.

Berbagai upaya mulai dari sosialisasi untuk meningkatkan basis Wajib Pajak (WP), merevisi aturan perpajakan guna memperluas objek pajak sampai cara paling ekstrem seperti penyanderaan penunggak pajak (gijzeling) dilakoni Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan.

Beberapa bulan terakhir ini, berita mengenai penyanderaan penunggak pajak di berbagai daerah menghiasi headline media massa. Penunggak pajak ratusan juta hingga miliaran rupiah ini harus rela dijebloskan ke penjara karena urung melunasi kewajibannya pada negara sampai batas waktu yang sudah ditentukan.

Pejabat Pengganti Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak, Wahju K Tumakaka mengatakan, sampai dengan saat ini, Ditjen Pajak telah menyandera enam orang penanggung pajak (PP).

"Sudah ada enam PP yang disandera, yakni satu orang PP dari Palembang, empat PP dari Jawa Timur dan Jakarta satu orang PP. Yang dari Malang sudah dilepas karena langsung melunasi. Jadi tanggal 3 Februari di gijzeling, tanggal 4 berikutnya keluar," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Jumat (6/2/2015).

Wahju mengaku, semula ada sembilan orang PP yang rencananya akan disandera menunggu restu dari Menteri Keuangan. Namun katanya, langkah ini sangat jitu sehingga penunggak pajak melunasi piutangnya. Contohnya PP dari Jawa Timur.

"Jumlah PP yang di-gijzeling cepat sekali berubah, ada yang keluar dan ada yang masuk dan nggak setiap hari ada gijzeling. Dari enam penunggak pajak, satu PP dari Jatim merupakan WP perorangan dan sisanya badan  usaha. Tapi yang di-gijzeling kan bisa komisaris atau direkturnya," tegas dia.

Menunggak Rp 9 Miliar...

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Selanjutnya

Dirinya mengaku, total tunggakan dari enam orang PP yang disandera sekira Rp 9 miliar. Tagihan pajak masing-masing PP, sambung Wahju, beragam ada yang Rp 900 juta, Rp 2,9 miliar tunggakan PP asal Surabaya, PP di Palembang mempunyai tagihan pajak Rp 1,9 miliar dan di Jakarta Rp 6 miliar.

"Rata-rata mereka disandera satu minggu, lalu melunasi tunggakan pajaknya. Tapi ada juga yang kemarin ditangkap, lalu besoknya bayar. Pernah juga ada yang sampai enam bulan, tapi itu dulu. Lama karena mereka punya sengketa," jelas Wahju.

Menurut dia, seorang penanggung pajak disandera dan masuk lapas apabila dalam jangka waktu tertentu tidak mengindahkan peringatan dari
Ditjen Pajak untuk segera melunasi kewajiban. Sementara pihaknya melakukan gijzeling sesuai dengan ketentuan Undang-undang (UU).

Saat terbit surat ketetapan pajak, Wahju menceritakan, seorang PP bisa mengajukan keberatan selama satu tahun. Lalu naik tingkat banding dalam kurun waktu sama termasuk pengajuan ke Mahkamah Agung dengan tambahan waktu enam bulan. Sementara untuk proses penagihan rata-rata tiga bulan atau 21 hari.

"Jadi nggak ujuk-ujuk kita sandera. Sebelumnya sudah kita layangkan surat teguran, surat paksa, upaya penagihan, blokir rekening, pencekalan. Tapi karena tetap bandel, akhirnya kita gijzeling," imbuh Wahju.  

Dari data terakhir Ditjen Pajak, kemarin (5/2/2015), pihaknya kembali menyandera WNI Penanggung Pajak di wilayah Kantor Wilayah DJP Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung dengan inisial Dj (62).

Penyanderaan tersebut bekerja sama dengan Kepolisian Republik Indonesia dan Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM. Saat ini, Dj disandera di Rumah Tahanan Klas I Palembang.
 
"Dj adalah penanggung pajak PT KSC yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Palembang dan menunggak pajak Rp 1,96 miliar," jelas Wahju.  (Fik/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini