Sukses

4 Hal yang Memukul Industri Makanan Minuman RI

Industri makanan dan minuman masih akan menghadapi sejumlah tantangan pada 2014.

Liputan6.com, Jakarta - Industri makanan dan minuman masih akan menghadapi sejumlah tantangan pada 2014. Meskipun dihadapkan pada peluang meningkatnya konsumsi masyarakat karena penyelenggaraan Pemilu 2014, berbagai kebijakan dan kondisi perekonomian nasional masih akan berpotensi menekan pertumbuhan sektor ini.

Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia Adhi S Lukman mengatakan tantangan yang dihadapi industri makanan dan minuman saat ini mulai dari nilai tukar rupiah yang semakin terus melemah berdampak pada meningkatnya harga pokok produksi. Tercatat hingga akhir 2013, nilai melemah tajam menjadi Rp 12 ribu per dolar AS, dibandingkan awal 2013 yaitu Rp 9.500 per dolar AS.

"Nilai tukar ini terutama terasa untuk pembelian bahan baku industri makanan dan minuman yang masih banyak diimpor, seperti gandum, gula , susu, kedele, dan lain-lain," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (15/5/2014).

Selain itu, kenaikan Upah Minimum Propinsi (UMP) yang rata-rata mencapai 9% hingga 30% pada 2014 memaksa pelaku usaha melakukan penyesuaian pada komponen biaya produksi. Tahun ini ancaman kenaikan harga Tarif Dasar Listrik juga sudah di depan mata, industri makanan minuman (go public) yang berada dalam golongan I3 akan naik sekitar 38%. "Belum lagi, kenaikan BI Rate hingga 7,5% pada akhir 2013 menyebabkan naiknya suku bunga pinjaman," lanjutnya.

Menurut Adhi, kondisi ini tidak hanya memukul pengusaha besar, melainkan juga berdampak pada pengusaha UMKM makanan dan minuman yang kebanyakan masih informal. Selain harus mampu bersaing dengan produk-produk lokal, UMKM dihadapkan pada membanjirnya produk impor ke pasar Indonesia.

Adhi memaparkan, data ekspor impor Kementerian Perdagangan untuk kategori processed and semi processed food hingga Desember 2013, tren ekspor naik 11,26% sementara impor naik 8,68% jika dibandingkan periode yang sama tahun 2012. Namun demikian, balance trade masih negatif sebesar US$ 1,62 milliar.

"Ingat, musuh kita ke depan adalah pasar global, bukan  persaingan sesama pemangku kepentingan di dalam negeri," tuturnya.

Meski demikian, dia juga menyatakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri Perindustrian MS Hidayat selama ini terkait industri sudah membuat pelaku industri dapat bernafas lega. Menurut dia, Hidayat adalah contoh lengkap seorang pemimpin, karena mengawali karir sebagai wirausahawan dan akhirnya menduduki posisi sebagai regulator.

"Dengan pengalaman beliau di birokrasi selama 5 tahun terakhir, ditambah kemampuan dalam melakukan koordinasi dan mencari solusi dari perbedaan pendapat, diharapkan bisa membantu Indonesia dalam memperkuat ekonomi nasional menghadapi pasar global,. Apalagi program hilirisasi beliau yang patut dicontoh dan dilanjutkan.  Beliau komplit lah untuk melihat semua permasalahan dari berbagai sudut pandang," puji Adhi. (Dny/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini