Risno Ahaya, Legenda Pegambus Gorontalo

Pantun dan gambus adalah kekayaan seni budaya Gorontalo yang tak ternilai. Pegambus tunanetra Risno Ahaya melestarikan seni tutur itu melalui lebih dari 200 lagu hasil ciptaannya.

oleh Liputan6 diperbarui 29 Jan 2001, 06:43 WIB
Liputan6.com, Gorontalo: Bagi warga Kabupaten Gorontalo di Provinsi Gorontalo, pantun dan gambus adalah kekayaan budaya tak ternilai. Namun wilayah ini patut beruntung. Sebab pegambus tunanetra Risno Ahaya telah melestarikan seni bertutur itu lewat lebih dari 200 lagu karya ciptaannya. Pantun yang didendangkan dia dalam bahasa lokal itu amat akrab dengan kehidupan masyarakat Gorontalo. Petikan alat musik gambus dan lantunan vokal berisi syair tentang kejadian dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari cinta, lelucon, kritik sosial, hingga dendang religius.

Di mata warga Gorontalo, suara dan reputasi lelaki yang tunanetra sejak usia dua tahun ini tak dapat disangkal. Kebolehan seniman alam berusia 35 tahun itu kerap mengisi berbagai acara resmi di tanah kelahirannya. Bahkan saking gandrungnya masyarakat, ayah tiga anak ini sempat masuk kandidat Bupati Gorontalo, beberapa waktu silam. Maklum, pemusik gambus yang otodidak ini cukup konsisten dengan budaya leluhur. Buktinya, sampai saat ini sedikitnya ada 200 lagu yang sudah diciptakan Risno.

Ironisnya, kehidupan pelestari budaya gambus Gorontalo itu sungguh memprihatinkan. Bahkan untuk menghidupi anak istrinya, Risno masih harus mengamen dari pasar ke pasar. Namun untunglah, legenda pegambus Gorontalo tak pernah mati.(BMI/Hamim Pou dan Helmi Yasin)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya