Parpol Diminta Berikan Peluang Capres Alternatif

"Di PDIP Megawati adalah ketua umum terlama. Karena politisi muda tidak bisa jatuh dari langit, ujuk-ujuk jadi politisi," kata Ikrar.

oleh Sugeng Triono diperbarui 11 Sep 2013, 23:17 WIB
Partai politik diminta memberikan ruang bagi tokoh alternatif untuk kaderisasi pemimpin nasional jelang Pilpres 2014 mendatang. Jika regenerasi politik itu berjalan maka diprediksi akan mempengaruhi peta politik Indonesia ke depan.

"Partai politik sudah sepatutnya memberikan ruang bagi tokoh alternatif untuk kaderisasi pemimpin nasional mendatang," Demikian dikemukakan aktivis anti korupsi Teten Masduki dalam diskusi "Urgensi Regenerasi Politik" di Jakarta, Rabu (11/9/2013).

Peneliti LIPI Ikrar Nusa Bakti berpendapat parpol gagal melakukan kaderisasi pemimpin. Menurutnya salah satu parpol yang bermasalah dalam kaderisasi adalah Partai Golkar lantaran ditinggalkan sejumlah kader muda berintegritas, seperti Yuddy Crisnandi yang pindah ke Partai Hanura dan Ferry Mursyidan Baldan yang pindah ke Partai Nasdem. Gagalnya kaderisasi pemimpin juga terjadi di PDIP.

"Di PDIP Megawati adalah ketua umum terlama. Karena politisi muda tidak bisa jatuh dari langit, ujuk-ujuk jadi politisi karena harus punya nalar, pendidikan dan pengalaman politik," imbuh Ikrar.

Bima Arya menilai kaderisasi politik berjalan bila ada proses regenerasi secara sistematis. Menurutnya dengan membangun sistem yang kuat, parpol merekrut tokoh muda menjadi pemimpin di semua tingkatan.

"Saat ini orang mau memilih karena magnet personal bukan sistem yang menjemput dibangun untuk anak muda," imbuh Bima Arya yang juga politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu.

Akibatnya Bima menambahkan figur muda mengalami kultus dan mudah tergelincir. Regenerasi baginya bukan soal usia, melainkan regenerasi nilai-nilai.  Kontestasi politik yang sangat ditentukan popularitas dan uang menjadi hambatan bagi anak muda untuk terjun dalam kontestasi politik.

"Patronase menghambat, tokoh alternatif tidak bisa masuk karena bukan anaknya A dan B misalnya, itu oligarki parpol. Itulah realitanya," tukas Bima.

Karena itu, Bima yang menjadi calon Walikota Bogor itu menambahkan perlu adanya institusionalisasi kharisma, yaitu transfer kharisma seseorang terhadap sistem politik.

"Bagaimana pemimpin kuat kharisma membangun sistem yang kuat, transparan dan memberi ruang untuk anak muda," terang ketua Bidang Politik DPP PAN ini.

Peneliti CSIS, Philips Vermonte menegaskan, figur Jokowi yang ramai diperbincangkan saat ini menjadi paradoks tersendiri. Mirip seperti fenomena Prabowo Subianto setahun lalu yang dianggap sebagai capres terkuat.

"Saat ini publik anggap Jokowi undefeatable persis seperti Prabowo tahun lalu. Kalau kita berkomentar negatif tentang Jokowi akan langsung di-bully ramai-ramai. Ini tugas parpol hari ini harus cari tokoh alternatif seperti PDIP yang munculkan Jokowi sehingga membalikkan posisi Prabowo yang awalnya dianggap undefeatable," tukas Philips. (Adi)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya