WHO Sebut Hampir Seluruh Layanan Rumah Sakit di Gaza Berhenti Berfungsi

Koordinator Tim Medis Badan Kesehatan Dunia (WHO) Sean Casey, pada Selasa (26/12), mengatakan "hampir semua layanan rumah sakit di seluruh Gaza berhenti beroperasi."

oleh Tim Global diperbarui 28 Des 2023, 08:01 WIB
Tur media ini dilakukan setelah Israel dan Hamas mengumumkan kesepakatan yang memungkinkan setidaknya 50 sandera dan sejumlah tahanan Palestina dibebaskan. (Ahikam SERI / AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Koordinator Tim Medis Badan Kesehatan Dunia (WHO) Sean Casey, pada Selasa (26/12), mengatakan "hampir semua layanan rumah sakit di seluruh Gaza berhenti beroperasi."

"Di seluruh Gaza saat ini, kapasitas kesehatan hanya sekitar 20 persen dari kapasitas sekitar 80 hari yang lalu. Jadi, hampir semua tempat tidur rumah sakit, hampir semua layanan rumah sakit telah berhenti berfungsi, baik karena fasilitas itu sendiri telah terdampak, atau karena staf terpaksa mengungsi, atau karena kehabisan listrik, atau kehabisan persediaan medis dan atau staf tidak dapat mengaksesnya," ujar Casey.

Ia menggambarkan suasana di RS Al-Aqsa ketika "korban dalam jumlah signifikan" tiba di rumah sakit itu setelah serangan udara Israel menghantam kamp pengungsi Maghazi pada Malam Natal, dikutip dari VOA Indonesia, Kamis (28/12/2023).

"Kami mendengar tentang banyaknya korban yang tiba di RS Al-Aqsa. Dan apa yang kami temukan ketika kami tiba di sana adalah ada lebih dari 100 pasien yang dibawa masuk dengan luka-luka serius dalam waktu yang sangat singkat, dalam waktu sekitar 30 menit," katanya.

"Lalu ditambah dengan sekitar 100 korban meninggal yang dibawa ke rumah sakit itu pada waktu yang sama. Kami mendengar dari salah satu dokter di Rumah Sakit Al-Aqsa bahwa pasien terus berdatangan selama sekitar 12 jam berikutnya, jumlah pasien yang signifikan."

 

 

2 dari 3 halaman

Pusat Operasi Kemanusiaan Gabungan PBB

Foto yang diambil pada 11 Oktober 2023 ini menunjukkan pemandangan udara dari bangunan-bangunan yang hancur akibat serangan udara Israel di kamp Jabalia bagi para pengungsi Palestina di Kota Gaza. (Yahya HASSOUNA/AFP)

Casey berbicara dari Pusat Operasi Kemanusiaan Gabungan PBB di Rafah, di mana ia menggambarkan kondisi nyata yang ia lihat di luar bangunan itu.

"Tidak ada tempat yang benar-benar aman di Gaza. Kami berada di Pusat Operasi Kemanusiaan Gabungan PBB di Rafah. Di luar pintu gedung ini, 50 meter dari tempat saya duduk sekarang, ada sebuah kamp berisi ribuan orang yang telah menetap di sini karena kehilangan tempat tinggal, atau melarikan diri dari aksi kekerasan," kata Casey.

"Mereka tinggal di tempat penampungan yang terbuat dari terpal plastik, tepat di luar pintu bangunan ini. Dan tadi malam, kami mendengar suara pertempuran hampir sepanjang malam. Lalu siang hari ini masuk laporan banyak orang luka-luka dan dibawa ke rumah sakit di selatan."

 

3 dari 3 halaman

Penanganan Darurat

Warga Palestina yang melarikan diri dari utara melalui jalan Salaheddine di distrik Zeitoun di pinggiran selatan Kota Gaza berjalan melewati tank-tank tentara Israel pada 24 November 2023 setelah gencatan senjata selama empat hari yang dimulai sejak pagi hari. (MAHMUD HAMS/AFP)

Begitu banyaknya orang yang memerlukan penanganan darurat membuat mereka yang membutuhkan perawatan untuk penyakit-penyakit yang parah, tidak dapat ditangani.

"Semua penyakit tidak menular, pasien kanker, penderita diabetes, penderita jantung, dan kondisi lainnya, mereka tidak dapat mengakses layanan di sebagian besar Jalur Gaza saat ini. Rumah sakit benar-benar kewalahan. Dan apa yang kami dengar di Aqsa kemarin, mereka kekurangan ahli bedah," ungkap Casey.

"Mereka tidak memiliki cukup ruang operasi, tidak ada ruang di rumah sakit untuk menampung jumlah pasien yang datang. Dan jelas ketika ada banyak orang yang berada di ambang kematian yang membutuhkan perawatan untuk menyelamatkan nyawa, mereka akan diprioritaskan."

Infografis Militer Israel Perluas Serangan ke Gaza Selatan (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya