Gempa Afghanistan Tewaskan Lebih dari 2.000 Orang, Sebagian Besar Perempuan dan Anak-anak

Ratusan orang, yang sebagian besar perempuan, dilaporkan masih hilang di Distrik Zenda Jan, Provinsi Herat, yang menjadi pusat gempa Afghanistan.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 14 Okt 2023, 14:04 WIB
Seorang anak laki-laki berduka di samping makam adik laki-lakinya yang meninggal akibat gempa bumi di Distrik Zenda Jan, Provinsi Herat, sebelah barat Afghanistan, Senin (9/10/2023). Gempa mematikan yang terjadi pada Sabtu lalu menewaskan dan melukai ribuan orang serta menghancurkan rumah-rumah yang tak terhitung jumlahnya. (AP Photo/Ebrahim Noroozi)

Liputan6.com, Kabul - Laporan PBB pada Kamis (12/10/2023) menyebutkan bahwa lebih dari 90 persen korban tewas akibat gempa magnitudo 6,3 di Afghanistan akhir pekan lalu adalah perempuan dan anak-anak.

Pejabat Taliban mangatakan, gempa pada Sabtu (7/10), menewaskan lebih dari 2.000 orang di Provinsi Herat. Pusat gempa sendiri berada di Distrik Zenda Jan, di mana menurut laporan PBB, 1.294 orang tewas, 1.688 terluka, dan seluruh rumah hancur.

"Perempuan dan anak-anak kemungkinan besar berada di rumah ketika gempa mengguncang pada pagi hari," ujar Kepala kantor lapangan UNICEF di Herat Siddig Ibrahim, seperti dilansir AP, Sabtu (14/10).

Ratusan orang, yang sebagian besar perempuan, dilaporkan masih hilang di Zenda Jan.

Perwakilan Afghanistan untuk Dana Penduduk PBB Jaime Nadal mengatakan tidak akan ada dimensi gender dalam jumlah korban tewas jika gempa terjadi pada malam hari.

"Pada saat itu, para pria sedang berada di lapangan," kata Nadal kepada AP.

"Banyak laki-laki bermigrasi ke Iran untuk bekerja. Para wanita berada di rumah melakukan pekerjaan rumah dan menjaga anak-anak. Mereka mendapati diri mereka terjebak di bawah reruntuhan. Jelas ada dimensi gender."

2 dari 3 halaman

Kehancuran yang Sangat Besar

Warga memanjatkan doa saat memakamkan korban gempa Afghanistan secara massal di Distrik Zenda Jan, Provinsi Herat, sebelah barat Afghanistan, Senin (9/10/2023). (AP Photo/Ebrahim Noroozi)

Gempa awal, beberapa kali gempa susulan, dan gempa kedua magnitudo 6,3 skala Richter pada Rabu (11/10) meratakan seluruh desa, menghancurkan ratusan rumah yang terbuat dari batu bata lumpur. Sekolah, klinik kesehatan dan fasilitas desa lainnya juga ambruk.

Dewan Pengungsi Norwegia menggambarkan kehancuran yang terjadi sangat besar.

"Laporan awal dari tim kami adalah banyak dari mereka yang kehilangan nyawa adalah anak-anak kecil yang tertimpa atau mati lemas setelah bangunan runtuh menimpa mereka," kata dewan tersebut.

Rumah sakit bersalin di Provinsi Herat mengalami retakan, sehingga strukturnya tidak aman.

"PBB telah menyediakan tenda agar perempuan hamil dapat tinggal dan menerima perawatan," kata Nadal.

Juru bicara PBB Stephane Dujarric mengungkapkan bahwa badan dunia tersebut juga telah menyediakan ambulans ke rumah sakit regional dan mendistribusikan lampu tenaga surya, peralatan kebersihan, dan bantuan lainnya kepada ratusan keluarga pengungsi.

"Program Pangan Dunia mengirimkan lebih dari 81 ton makanan," tutur Dujarric di markas besar PBB pada Kamis.

Banyak orang di dalam dan di luar ibu kota Provinsi Herat masih tidur di luar ruangan, di tengah suhu dingin.

3 dari 3 halaman

Nasib Anak yang Ditinggal Mati Ibu

Pria Afghanistan mencari korban setelah gempa bumi di Distrik Zenda Jan, Provinsi Herat, Afghanistan, Minggu (8/10/2023). Gempa bumi dahsyat menewaskan sebanyak 2.000 orang di Afghanistan barat, kata juru bicara pemerintah Taliban. (AP Photo/Ebrahim Noroozi)

Dampak gempa yang tidak proporsional terhadap perempuan telah menyebabkan anak-anak kehilangan ibu, pengasuh utama mereka, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang siapa yang akan membesarkan mereka atau bagaimana menyatukan kembali mereka dengan ayah mereka yang mungkin berada di luar provinsi atau Afghanistan.

Pejabat pemberi bantuan mengatakan panti asuhan tidak ada atau langka, artinya anak-anak yang kehilangan salah satu atau kedua orang tuanya kemungkinan besar akan diasuh oleh kerabat atau anggota masyarakat yang masih hidup.

Gempa sendiri biasa terjadi di Afghanistan, di mana terdapat sejumlah garis patahan dan seringnya pergerakan di antara tiga lempeng tektonik di dekatnya.

Perempuan mungkin berisiko tidak mendapatkan informasi tentang kesiapsiagaan gempa karena perintah Taliban yang membatasi mobilitas dan hak-hak mereka, serta pembatasan yang diberlakukan terhadap pekerja kemanusiaan perempuan.

Pihak berwenang Afghanistan telah melarang anak perempuan bersekolah setelah kelas enam dan menghentikan perempuan bekerja di kelompok non-pemerintah, meskipun ada pengecualian untuk beberapa sektor seperti layanan kesehatan. Taliban juga mengatakan bahwa perempuan tidak dapat melakukan perjalanan jarak jauh tanpa pendamping laki-laki.

Pasca gempa, badan-badan bantuan mengatakan para staf perempuan Afghanistan "untuk saat ini" bekerja dengan bebas di Herat, menjangkau perempuan dan anak perempuan yang terdampak.

UNICEF telah meluncurkan permohonan pendanaan USD 20 juta untuk membantu sekitar 13.000 anak dan keluarga yang terdampak gempa Afghanistan.

Infografis Kejatuhan dan Kebangkitan Taliban di Afghanistan. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya