Badan Pangan Bantah Harga Beras Indonesia Termahal di ASEAN, Bank Dunia Salah?

Daya beli di satu daerah turut jadi pengaruh tinggi atau rendahnya harga suatu barang, termasuk beras.

oleh Arief Rahman Hakim diperbarui 22 Des 2022, 10:57 WIB
Daftar harga berbagai jenis beras yang dijual di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur, Kamis (8/9/2022). Kenaikan harga BBM bersubsidi berdampak pada melonjaknya harga beras di Pasar Induk Cipinang hingga Rp 2.000 - Rp 3.000 per kilogram akibat bertambahnya biaya transportasi. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) tak sepakat dengan laporan Bank Dunia yang menyebut harga beras Indonesia lebih mahal diantara negara ASEAN. Alasannya ada sejumlah variabel untuk menghitung besaran harga.

Kepala NFA Arief Prasetyo Adi mengatakan kalau kondisi harga beras tidak seperti laporan Bank Dunia. Maka, dia tak mengamini laporan yang muncul beberapa waktu lalu itu.

"Tidak demikian," katanya kepada Liputan6.com, Kamis (22/12/2022).

Menurutnya, daya beli di satu daerah turut jadi pengaruh tinggi atau rendahnya harga suatu barang, termasuk beras. Dia merujuk pada laporan di pertengahan 2022 lalu, ketika Indonesia mendapatkan penghargaan dari International Rice Research Institute (IRRI).

Kala itu, Presiden Joko Widodo juga menyebut kalau harga beras di Indonesia adalah paling murah diantara banyak negara lainnya. Menurut Arief, harga dan daya beli masyarakat perlu berjalan bersamaan.

Misalnya, jika harga beras tidak terjangkau, maka daya beli masyarakat akan memurun. Sebaliknya, jika harga beras cukup terjangkau, maka daya beli masyarakat terus berjalan meningkat.

"Ada cara lain untuk melihat (mahal-tidaknya harga beras), yaitu daya beli. Jadi harga dan daya beli masyarakat harus berjalan bersamaan," ujarnya.

Mengutip laman Numbeo.com, Liputan6.com berusaha melihat perbandingan harga beras antara Indonesia dan sejumlah negara ASEAN yang masuk dalam laporan Bank Dunia. Kendati, besaran harga tidak bisa menjadi satu-satunya patokan untuk menentukan mahal-tidaknya harga beras.

Sebut saja, harga rata-rata beras di Indonesia sekitar Rp 12.770 per kilogram atau USD 0,8. Kemudian, rata-rata harga beras di Filipina sebesar USD 0,9 atau Rp 14.230 per kilogram.

Sementara, Vietnam mencatatkan harga USD 1 atau Rp 15.110 per kilogram. Kamboja mencatatkan harga USD 1,1 atau Rp 16.660 per kilogram. Myanmar USD 1,3 atau Rp 20.890 per kilogram, dan Thailand USD1,2 atau Rp 18.500 per kilogram.

 

2 dari 4 halaman

Kata Bulog

Pedagang melihat beras dagangannya di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, Senin (25/9). Pedagang beras Cipinang sudah menerapkan dan menyediakan beras medium dan beras premium sesuai harga eceran tertinggi (HET). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Terpisah, Perum Bulog tak berkomentar banyak mengenai mahalnya harga beras di Indonesia. Dalam konteks harga, Bulog menyebut tetap akan menggunakan instrumen operasi pasar.

"Terkait fenomena ini Bulog terus menggelontorkan beras operasi pasar untuk meredam gejolak harga tersebut," ujar Kabag Humas Bulog Tomi Wijaya, kepada Liputan6.com.

Sementara, mengenai harga, dia menyebut kalau penjualan yang dilakukan Bulog sudah sesuai dengan ketentuan. Khususnya dalam menggelar operasi pasar.

"Kalau Bulog kan jual beras operasi pasar sesuai ketentuan murah,"ungkapnya.

Tomi enggan berkomentar lebih jauh mengenai hasil laporan Bank Dunia. Dia meminta kalau hal ini disampaikan kepada regulator atau pemerintah.

 

Sepinya pembeli, membuat para penjual bahan pokok di Pasar Anyer, Bogor menaikkan harga penjualan mereka.
3 dari 4 halaman

Laporan Bank Dunia

Laporan terbaru Bank Dunia menyoroti harga beras di Indonesia menjadi salah satu yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara dalam satu dekade terakhir. Lembaga keuangan internasional itu menjelaskan, penyebab tingginya harga beras di Indonesia disebabkan masalah dalam harga pasar bagi produsen pertanian.

"Harga eceran beras Indonesia secara konsisten menjadi yang tertinggi di ASEAN selama (satu) dekade terakhir," ungkap Bank Dunia dalam laporan Indonesia Economic Prospect (IEP) edisi December 2022', dikutip Selasa (21/12/2022).

"Hal ini disebabkan adanya dukungan harga pasar bagi produsen di bidang pertanian yang terdiri dari kebijakan yang menaikkan harga domestik untuk produk pertanian," tulisnya.

Kebijakan-kebijakan ini termasuk langkah-langkah perdagangan yang membatasi (misalnya, tarif impor, pembatasan kuantitatif, monopoli impor BUMN untuk komoditas utama, dan tindakan nontarif lainnya), juga harga pembelian minimum di tingkat petani (misalnya, untuk beras).

 

4 dari 4 halaman

Lebih Mahal dari Filipina-Vietnam

Warga saat membeli beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur, Kamis (8/9/2022). Kenaikan harga BBM bersubsidi berdampak pada melonjaknya harga beras di Pasar Induk Cipinang hingga Rp 2.000 - Rp 3.000 per kilogram akibat bertambahnya biaya transportasi. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Adapun "kurangnya investasi jangka panjang dalam penelitian dan pembangunan pertanian, layanan penyuluhan, dan pengembangan sumber daya menahan peningkatan produktivitas yang dapat menurunkan harga pangan dalam jangka panjang".

Disebutkan, harga beras di Indonesia 28 persen lebih tinggi dibanding harga di Filipina, juga dua kali lipat lebih mahal dari negara tetangga lainnya yaitu Vietnam, Kamboja, Myanmar dan Thailand.

Meskipun demikian, Bank Dunia melihat harga beras Indonesia telah stabil hampir sepanjang tahun 2022 hingga beberapa bulan terakhir. Sementara cabai, bawang merah, dan minyak goreng telah menjadi pendorong utama inflasi pangan di Indonesia tahun ini.

INFOGRAFIS JOURNAL Negara dengan Konsumsi dan Produksi Beras Jadi Nasi Terbanyak di Dunia (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya