Ilmuwan Klaim Burger Ulat Tepung Bisa Atasi Kelaparan Dunia

Ulat tepung untuk pertama kali diolah jadi daging sapi palsu sebagai alternatif makanan bergizi yang lebih ramah lingkungan.

oleh Asnida Riani diperbarui 02 Sep 2022, 03:01 WIB
Ilustrasi burger dari ulat tepung. (dok. unsplash/Christian Wiediger)

Liputan6.com, Jakarta - Ulat bisa jadi kunci mengatasi kelaparan dunia, dengan memakannya sebagai makanan. Ilmuwan Korea Selatan telah memasak mealwom alias ulat tepung bersama gula untuk membuat "daging," dan mereka mengklaim rasanya autentik.

"Baru-baru ini, memakan serangga jadi menarik karena meningkatnya biaya (sumber) protein hewani, serta masalah lingkungan yang terkait," kata Dr. Hee Cho, pemimpin proyek dari Universitas Wonkwang, melansir New York Post, Senin, 28 Agustus 2022.

Karena populasi global diperkirakan mencapai 9,7 miliar pada 2050, lompatan besar dari hampir delapan miliar populasi saat ini, alternatif daging sangat dicari karena dampak yang lebih rendah terhadap lingkungan. Metana yang dihasilkan dari peternakan sapi disebut berkontribusi terhadap perubahan iklim.

Bagi mereka yang tidak mau berpisah dengan burger, para ilmuwan mungkin telah menemukan solusi dengan ulat tepung: menggiling dan membumbuinya agar terasa seperti aslinya. Faktanya, hewan itu adalah sumber nutrisi yang dibutuhkan tubuh, mirip dengan daging, menurut para peneliti. Protein ulat juga terbukti mengurangi kolesterol dan peradangan sambil meningkatkan ritme jantung.

"Serangga adalah sumber makanan bergizi dan sehat dengan asam lemak, vitamin, mineral, serat, dan protein berkualitas tinggi dalam jumlah tinggi, seperti daging," kata Cho. "Ulat tepung mengandung asam amino esensial yang bermanfaat dan tinggi asam lemak tidak jenuh."

Namun, tidak banyak orang secara sukarela memakan ulat tepung. Di banyak tempat, serangga tidak dianggap sebagai makanan lezat, tidak seperti di negara lain, tapi Cho sedang berusaha untuk memperbaiki stigma tersebut.

2 dari 4 halaman

Aroma Ketika Memasak

Cicada Roll, menu diet harian berbahan serangga rekomendasi chef Joseph Yoon asal New York, Amerika Serikat. (dok. Instagram @brooklynbugs/https://www.instagram.com/p/CTkxySIHXxi/)

"Ulat tepung adalah salah satu serangga dapat dimakan yang paling banyak digunakan di dunia. Namun, serangga yang dapat dimakan tidak diterima secara universal dalam budaya makanan kita karena penampilan dan karakteristik rasanya yang unik,” tambah Cho, yang solusinya adalah menggiling ulat tepung jadi bumbu yang dapat ditambahkan ke berbagai produk makanan.

Melalui penelitian mereka, tim Cho mempelajari ulat tepung sepanjang siklus hidup mereka, melihat bagaimana senyawa yang ada berbeda di setiap tahap. Mereka menemukan hidrokarbon yang mudah menguap dan menghasilkan aroma yang kuat.

Ulat tepung bisa mengeluarkan aroma serupa tanah, udang, dan jagung manis, tapi itu berubah tergantung pada metode memasaknya. Ulat tepung kukus mengeluarkan aroma jagung manis, sedangkan yang dipanggang atau digoreng akan lebih berminyak.

Ulat tepung yang dimasak memiliki lebih banyak kesamaan dengan makanan daripada hanya aroma. Salah satunya terdapat bahan kimia, yang menurut para peneliti, mirip dengan yang ditemukan pada daging atau makanan laut. Ketika dicampur dengan gula, mereka mengatakannya "mirip daging."

3 dari 4 halaman

Diubah Jadi Daging Sapi Palsu

Jajangmyeon dengan topping olahan serangga, kuliner kreasi chef Joseph Yoon asal New York, Amerika Serikat. (dok. Instagram @brooklynbugs/https://www.instagram.com/p/CVN0tmLAfe5/)

Setelah banyak percobaan, dengan berbagai jumlah ulat tepung dan gula, kelompok penguji diberikan sampel untuk menyatakan pemenang yang memiliki aroma paling daging.

"Sebagai hasil dari penelitian ini, 10 rasa reaksi dioptimalkan berdasarkan preferensi konsumen," kata rekan penulis dan mahasiswa pascasarjana Hyeyoung Park, yang mempresentasikan temuannya di konvensi American Chemical Society di Chicago.

Hasilnya, yang menandai pertama kalinya ulat tepung diubah jadi daging sapi palsu, diharapkan dapat digunakan untuk memengaruhi produksi massal daging ulat tepung, menurut para peneliti.

Seruan memakan serangga telah disuarakan berbagai pihak. Salah satunya adalah maskapai penerbangan murah Jepang, Zipair, yang menyatakan komitmen berkelanjutannya ke tingkat lebih tinggi. Ini dilakukan dengan memperkenalkan makanan dalam penerbangan yang dibuat dari serangga.

Maskapai yang merupakan anak perusahaan maskapai nasional Japan Airlines, melansir SCMP, mulai membuka reservasi bulan lalu untuk dua makanan dalam penerbangan yang sebagian terbuat dari jangkrik. Serangga itu secara luas dianggap sebagai sumber makanan kaya protein dan nutrisi lainnya.

4 dari 4 halaman

Legal di Inggris

Menu diet harian berbahan serangga rekomendasi chef Joseph Yoon asal New York, Amerika Serikat. (dok. Instagram @brooklynbugs/https://www.instagram.com/p/CPqcWKsnTS5/)

Masih di bulan ini, ulat dan jangkrik rumah kembali jadi menu makanan di Inggris. Penjualan serangga oleh perusahaan negara itu sempat dilarang akibat keputusannya meninggalkan Uni Eropa (UE), menurut VICE News World.

Brexit memicu aturan serangga dapat dimakan tidak lagi memiliki payung hukumyang mengatur konsumsinya di Inggris. Anggota industri serangga yang dapat dimakan di Inggris kini bisa bernapas lega setelah pemerintah mengakui seharusnya tidak menyuruh mereka berhenti menjual serangga pascaBrexit.

"Serangga telah terbukti sepenuhnya sehat dan aman,” kata Nick Rousseau, pendiri Woven Network yang mewakili industri serangga yang dapat dimakan di Inggris. "Sebelum 2018, serangga yang dapat dimakan tidak diakui sebagai makanan baru, tidak ada batasan penggunaannya, mereka hanya makanan selama orang mengikuti praktik yang benar dan profesional."

"Sekitar enam juta pound sterling penjualan diamankan yang berarti setidaknya satu juta orang memakannya, tapi karena FSA mengatakan mereka tidak berwenang lagi, kami telah melihat setengah dari anggota kami memutuskan mengalihkan operasi mereka ke produk non-serangga," imbuhnya.

Infografis 7 Penyebab Sampah Makanan. (Liputan6.com/Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya