Menakar Dampak Kenaikan Harga Komoditas

Investor rotasi saham ke sektor komoditas seiring krisis energi dan harga komoditas.

oleh Agustina Melani diperbarui 27 Mar 2022, 06:00 WIB
Kapal tongkang pengangkut batu bara lepas jangkar di Perairan Bojonegara, Serang, Banten, Kamis (21/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor produk pertambangan dan lainnya pada September 2021 mencapai USD 3,77 miliar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Lonjakan harga komoditas dinilai akan bermanfaat bagi makro ekonomi Indonesia. Selain itu, laba perusahaan komoditas pun akan tumbuh sekitar 68 persen-287 persen pada 2022.

Mengutip riset PT Ashmore Asset Management Indonesia, ditulis Minggu (26/3/2022), investor rotasi saham ke sektor komoditas seiring krisis energi dan harga komoditas. Lalu apakah ledakan komoditas akan tetap ada? Ashmore melihat dari perspektif penawaran dan permintaan, ketatnya sektor komoditas akan memungkinkan harga komoditas tetap tinggi dalam waktu dekat.

"Secara global sektor komoditas tetap ketat tetap ketat di tengah risiko geopolitik dan krisis energi karena  kekurangan pasokan dari negara seperti Indonesia,” demikian mengutip riset Ashmore.

Salah satu tema utama yang telah pengaruhi sektor komoditas dalam beberapa tahun terakhir yaitu tekanan perubahan iklim dan investasi yang bertanggung jawab.

"Dengan munculnya investasi ESG, perusahaan komoditas telah adopsi cepat transisi ke energi terbarukan. Sementara itu, akan memakan waktu untuk perusahaan membangun porfotolionya menjadi energi terbarukan, dalam waktu dekat risiko profitabilitas diturunkan dengan kenaikan harga energi,"

Dalam riset Ashmore mencatat laba setelah pajak untuk perusahaan komoditas pada 2022 akan tumbuh di kisaran 68 persen-287 persen yoy.

"Reli siklikal ini di masa lalu memiliki efek riak terhadap ekonomi, yang diyakini akan kembali terjadi dalam hal ini siklus. Kami terus melihat ledakan komoditas bermanfaat bagi makro Indonesia secara keseluruhan indikator ekonomi,”

Melihat hal tersebut, Ashmore merekomendasikan meningkatkan alokasi saham pada 2022.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Dibayangi Inflasi Tinggi dan Kenaikan Harga Komoditas

Karyawan berjalan di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/1/2021). Indeks acuan bursa nasional tersebut turun 96 poin atau 1,5 persen ke 6.317,864. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya dalam riset Ashmore, di tengah skenario inflasi, harga komoditas tinggi dan kenaikan suku bunga, kinerja saham akan kembali positif pada 2022.

"Dengan latar belakang perlambatan pertumbuhan di pasar negara maju melawan kestabilan pertumbuhan di negara berkembang dan Indonesia, kami melihat alokasi rotasi ke negara berkembang,” demikian mengutip riset Ashmore Asset Management pada 18 Maret 2022.

Hal itu juga berdampak terhadap laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cetak rekor tertinggi baru. Kinerja IHSG pun tumbuh 4,49 persen year to date (ytd).dibandingkan global MSCI yang susut 7,84 persen ytd.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya