Pak Mendag, Minyak Goreng Masih Langka dan Mahal di Tangerang

Tak hanya di warung kelontong, kelangkaan stok minyak goreng juga didapati di Pasar Bojong Nangka.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 17 Mar 2022, 18:40 WIB
Minyak goreng masih sulit ditemukan di sejumlah warung di kawasan Binong dan Bonang, Kabupaten Tangerang.

Liputan6.com, Jakarta - Pencabutan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) rupanya belum mengatasi kelangkaan stok minyak goreng, baik curah maupun kemasan di warung dan pasar di Kabupaten Tangerang, Banten.

Fakta ini ditemukan saat Liputan6.com menelusuri sejumlah warung di kawasan Binong dan Bonang, Kabupaten Tangerang.

Dari empat warung kelontong yang dijumpai, hanya ada satu saja yang menyediakan satu produk minyak goreng kemasan. Harganya pun sedikit lebih tinggi dari yang dijual pasar ritel, yakni Rp 48.000 per 2 liter.

"Ini Rp 50.000. Ini juga saya dapet untungnya cuman Rp 2.000," ucap Ani, seorang pemilik warung di kawasan Bonang seraya menunjukan satu merek minyak goreng kemasan kepada Liputan6.com, Kamis (17/3/2022).

Ani mengaku produk minyak goreng di sejumlah wilayah di Kabupaten Tangerang memang masih sulit ditemukan. "Saya dari Pasar Cikupa. Sana juga kosong," ujarnya.

Tak hanya di warung kelontong, kelangkaan stok minyak goreng juga didapati di Pasar Bojong Nangka. Dari penelusuran di sana, tak ada satu kedai penjual pun yang menyediakan minyak goreng.

Salah seorang pria penjaga toko di sana bahkan mengatakan, kekosongan stok minyak goreng ini sudah terjadi sejak lama.

"Kosong om. Udah lama, hampir sebulan," kata sang penjaga toko.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

YLKI: Konsumen Jadi Korban Bongkar Pasang Kebijakan Minyak Goreng

Pedagang tengah menata minyak curah yang dijual di pasar di Kota Tangerang, Banten, Kamis (25/11/2021). Pemerintah melarang peredaran minyak goreng curah ke pasar per tanggal 1 Januari 2022. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyayangkan sikap pemerintah yang tak konsisten dalam menyikapi persoalan minyak goreng. Ini berdampak pada konsumen dan operator minyak goreng.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menyampaikan hal ini patut disayangkan dari sisi kebijakan publik. Bongkar-pasang kebijakan harga minyak goreng ini juga disinyalir merugikan masyarakat.

“Dari sisi kebijakan publik, YLKI sangat menyayangkan terkait bongkar pasang kebijakan migor (Minyak Goreng), kebijakan coba-coba, sehingga konsumen bahkan operator menjadi korbannya,” katanya dalam keterangan resmi yang diterima Liputan6.com, Kamis (17/3/2022).

Informasi, Kementerian Perdagangan pada Februari lalu menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk minyak goreng kemasan premium sebesar Rp 14.000. Namun, yang terbaru Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan kebijakan baru yang diambil.

Yakni, dengan menyerahkan harga minyak goreng kemasan premium ini kepada mekanisme pasar. Alasannya mengikuti tren kenaikan harga internasional, sementara minyak goreng curah yang ditetapkan HET Rp 14.000 dengan subsidi dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Tulus menyampaikan, kebijakan terbaru terhadap minyak goreng secara umum lebih ramah terhadap pasar. Ia berharap kebijakan baru in bisa menjadi upaya untuk memperbaiki distribusi dan pasokan minyak goreng di masyarakat dengan harga terjangkau.

“Sebab selama ini intervensi pemerintah pada pasar migor dengan cara melawan pasar. Dan terbukti gagal total, malah menimbulkan chaos di tengah masyarakat,” terangnya.

Dengan harga yang dilepas ke pasaran ini, Tulus meminta pemerintah untuk memperketat pengawasan terkait minyak goreng sesuai HET atau minyak goreng curah. Ia khawatir konsumen minyak goreng premium akan beralih menggunakan minyak goreng curah.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya