Soal Produk Halal, Indonesia Masih Kalah Jauh dari Malaysia

Indonesia yang ingin mengembangkan pasar ekonomi syariah dan memberlakukan cap halal bagi setiap produk

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 28 Okt 2021, 13:10 WIB
Restoran dan kafe IKEA. (dok. IKEA Indonesia)

Liputan6.com, Jakarta Indonesia yang ingin mengembangkan pasar ekonomi syariah dan memberlakukan cap halal bagi setiap produk dinilai masih jauh tertinggal dari Negeri Jiran Malaysia.

Hal itu jadi sorotan Anggota Komisi XI DPR RI Junaidi Auly, yang melihat pasar ekonomi syariah di Indonesia masih harus terus digenjot. Padahal, Indonesia memiliki sekitar 232,5 juta jiwa penduduk muslim, atau 87,18 persen dari total populasi.

"Ini merupakan ukuran yang cukup besar, apalagi kalau dilihat dari pangsa pasar produk dan jasa berbasis ekonomi syariah," kata Junaidi dalam sesi webinar, Kamis (28/10/2021).

Merujuk pada data Global Islamic Economy Indicator di 2020, dia mengatakan, posisi Indonesia yang kini duduk di peringkat 4 memang terus meningkat. Tapi, secara skor penilaian masih jauh tertinggal dari Malaysia.

"Akan tetapi, kalau kita lihat negara tetangga kita yaitu Malaysia selalu berada di atas kita. Berdasarkan catatan tadi, skor negara tetangga kita berada di 111. Sementara Indonesia mendapat skor 49," terangnya.

Juga untuk 6 indikator seperti Islamic finance, halal food, moslem travel, modest passion, pharmacy, dan kosmetik dimana Indonesia hanya bercokol di jajaran 10 besar. Di sisi lain, Negeri Jiran justru memimpin untuk keseluruhan indikator.

"Bahkan Indonesia untuk kategori halal food dan kosmetik tidak masuk dalam 10 besar. Padahal potensi halal food terus menaik, dan pergerakan 2024 yang akan datang mencapai USD 1.972 triliun, dan juga potensi dari obat-obatan dan kosmetik halal bisa mencapai USD 94 miliar di 2024," ungkapnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Potensi Ekspor

Logo Halal. Dok MUI

Junaidi lantas menyayangkan kondisi ini, mengingat potensi ekonomi syariah Indonesia disebutnya begitu besar. Pemerintah didorongnya harus mampu memenuhi kebutuhan pasar domestik, di samping juga menyasar pasar-pasar ekspor.

"Namun demikian, kondisi itu juga mencerminkan peluang pembangunan ekonomi syariah yang dapat berdampak positif terhadap neraca perekonomian nasional," ujar Junaidi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya