Kekhawatiran Terbesar IDAI: PTM Berpotensi Ciptakan Masalah Baru

Sejumlah kekhawatiran terkait PTM di sekolah yang sedang dalam masa uji coba.

oleh Diviya Agatha diperbarui 27 Sep 2021, 12:00 WIB
Siswa mengikuti uji coba pembelajaran tatap muka (PTM) perdana di SD Negeri 14 Pondok Labu, Jakarta, Senin (30/8/2021). Adapun seluruh pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah yang menerapkan PTM Terbatas mulai hari ini wajib telah divaksinasi COVID-19. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Berdasarkan data laporan kasus COVID-19 pada anak yang dipublikasikan dalam jurnal Frontiers in Pediatrics, sebanyak 37.706 anak terkonfirmasi positif tertular virus Corona pada saat pandemi gelombang pertama.

Data tersebut menjadi salah satu pendorong kekhawatiran terbesar bagi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) terkait pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah yang sudah memasuki fase uji coba.

dr Yogi Prawira SpA(K) dari IDAI mengungkapkan bahwa data-data tersebut sebenarnya harus disepakati bersama. Mengingat fakta bahwa anak bisa tertular virus Corona penyebab COVID-19, dan jumlahnya pun cukup banyak.

"Itu kan data diambil Maret-Desember 2020 dengan kondisi anak masih cukup aman di dalam rumah, belum dipaparkan ke dunia luar. Kedua, beberapa studi justru menunjukkan kalau transmission rate pada remaja (usia di bawah 12-14 tahun) itu malah bisa lebih efektif," ujar Yogi dalam konferensi pers virtual pada Minggu, 26 September 2021. 

Artinya, meskipun gejala yang muncul pada anak mungkin ringan, tapi konsentrasi virusnya tetap tinggi di saluran napas dan tetap berisiko untuk menularkan.

Terlebih, kondisi tersebut berpotensi diperparah dengan kondisi di Indonesia yang kebanyakan masih tinggal dengan tiga generasi dalam satu rumah.

"Bayangkan kalau anak berangkat ke sekolah dengan transmisi lokal di daerah situ masih belum terkendali, sehingga ada risiko dia terpapar maka dia membawa pulang ke rumah," katanya.

"Apalagi dia membawa ke rumah, sementara kita tahu kondisi di rumah tangga Indonesia masih tinggal tiga generasi. Nanti orangtuanya tertular, kakek neneknya tertular. Bisa menjadi masalah," Yogi menambahkan.

2 dari 3 halaman

Salah kaprah COVID-19 pada anak

Yogi menjelaskan, masih banyak orang yang salah kaprah terkait COVID-19 pada anak. Padahal sebenarnya masih banyak area abu-abu yang belum dipahami, salah satunya adalah long covid.

"Sering menjadi semacam salah kaprah, berpikir kalau anak terkena pilihannya kalau komorbid risiko berat, kritis, bahkan meninggal. Sebaliknya, tanpa komorbid bisa aman sentosa, tidak ada gejala, ringan, sembuh sempurna,"

"Banyak area abu-abu yang kita belum terlalu paham, salah satunya adalah long covid. Long covid ini dilaporkan awalnya pada dewasa, kemudian pada anak, dan saat ini sedang dalam penelitian mengenai long covid pada anak," kata Yogi.

Sehingga meskipun anak-anak yang terpapar dengan gejala ringan atau sedang, efek dari long covid tersebut belum dapat diketahui dengan jelas akan bertahan seberapa lama pada anak.

3 dari 3 halaman

Infografis

Infografis 10 Jurus Cegah Klaster Sekolah Tatap Muka (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya