YLBHI Kritisi Laporan Luhut ke Polisi: Ciri-Ciri Negara Otoriter

Asfinawati angkat bicara terkait laporan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan perihal dugaan pencemaran nama baik.

oleh Ady Anugrahadi diperbarui 22 Sep 2021, 18:00 WIB
Ketua YLBHI Asfinawati (tengah) menyampaikan keterangan pers di Jakarta, Kamis (7/3). Mereka meminta agar pihak kepolisian membebaskan Robertus Robet karena lagu yang dinyanyikan Robertus tidak bermaksud menghina institusi TNI (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati angkat bicara terkait laporan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan perihal dugaan pencemaran nama baik.

Adapun terlapor adalah Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulida.

Asfina memberikan komentar dengan kapasitas sebagai penasihat hukum dari Fatia Maulida. Ia mengatakan, apa yang dialami kliennya semakin memperlihatkan ciri-ciri negara otoriter.

"Itu adalah ciri-ciri negara yang otoriter karena pemerintah lah justru yang mengawasi rakyat bukan terbalik," kata dia saat konferensi pers, Rabu (22/9/2021).

Asfina melihat dari dua dimensi yaitu siapa yang mengadukan, melaporkan dan siapa yang dilaporkan. Dalam hal ini, pelapor ialah pejabat publik. Di mana terikat pada etika dan kewajiban hukum sebagai sebagai pejabat publik.

"Tentu saja pejabat publik harus bisa dikritik. Karena kalau tidak bisa dikritik, maka tidak ada suara rakyat yang berjalan dalam negara. Begitu suara rakyat tidak ada, maka tidak ada demokrasi," ujar dia.

Menurut dia, kliennya tak mengkritik Luhut Binsar Pandjaitan sebagai individu, melainkan sebagai pejabat publik.

"Jadi kalau kita dengar LBP atau kuasa hukum mengatakan kami adalah individu yang memiliki hak. Betul dia individu yang memiliki hak, tapi yang dikritik oleh Fatia justru bukan LBP sebagai individu, tetapi sebagai pejabat publik," ujar Asfina.

 

2 dari 2 halaman

Bukan Atas Nama Pribadi

Asfina kemudian menyampaikan, kliennya juga berbicara bukan atas nama pribadi, tetapi sebagai Koordinator KontraS.

"Dia mewakili organisasi karena itu dia tidak bisa diindividualisasi. Kalau kita gunakan UU ITE yang merujuk KUHP setiap orang. Ini bukan orang, Fatia bukan bertindak atas keinginan sendiri, tapi sebagai mandat organisasi," ujar dia.

Karena itu, seandainya dikaitkan dengan dasar UU ITE, yaitu Pasal 310 KUHP maka disebutkan kalau untuk kepentingan publik, maka bukan suatu pencemaran nama baik.

"Jadi sebetulnya kita semua harus berterima kasih kepada Fatia dan juga Haris Azhar karena membawa kepentingan publik, menyuarakannya sehingga publik semakin tahu dan justru ada hal-hal yang harus dijawab," ucap Asfina.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya