World Bank Sorot Kerugian Pendidikan Indonesia Akibat COVID-19, Ini Cara Mengatasinya

World Bank memberikan saran untuk mengatasi dampak COVID-19 di dunia pendidikan.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 17 Sep 2021, 16:01 WIB
Siswa mengikuti uji coba pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas di SMAN 1 Kota Tangerang, Banten, Senin (6/9/2021). Dinas Pendidikan Provinsi Banten uji coba PTM di SMA di Kota Tangerang secara terbatas dengan sistem bergiliran serta menerapkan protokol kesehatan ketat. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Penutupan sekolah selama kurang lebih dua tahun terakhir akibat COVID-19 membuat siswa tidak bisa melaksanakan kegiatan belajar tatap muka. Rupanya, hal tersebut juga menimbulkan kerugian dalam sektor pendidikan di Indonesia. 

World Bank ikut menyorot hal ini dengan menghitung kerugian pendidikan dengan dasar modal manusia dan pendapatan masa depan berkorelasi, kerugian pembelajaran dapat diukur dalam hal pengembalian pasar tenaga kerja yang diharapkan.

"Rata-rata siswa menghadapi pengurangan pendapatan tahunan sebesar US$408 bahkan jika semua sekolah dibuka kembali pada Juli 2021," mengutip Noah Yarrow, seorang spesialis pendidikan dalam Webinar "Policy Note on the Education Sector – Rewrite the Future" pada Jumat (17/9). 

Ia juga menambahkan bahwa dengan menggunakan paritas daya beli (PPP) dolar AS 2017 di Indonesia, skenario menengah akan menyebabkan hilangnya nilai dalam pendapatan seumur hidup untuk semua siswa sekitar $306 miliar, atau 29% dari PDB 2020.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Upaya Mitigasi

Suasana murid kelas 1 mengikuti PTM Terbatas di SDN Malaka Jaya 07 Pagi, Klender, Jakarta, Senin (30/8/2021). Di SDN Malaka Jaya 07 Pagi kegiatan PTM dibagi atas dua sesi yang masing-masing kelas rata-rata terdiri dari 10 murid dengan durasi belajar 2-3 jam. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Untuk mengatasi hal tersebut, World Bank turut menyampaikan sarannya bagi Indonesia dalam melanjutkan kegiatan belajar mengajar di tengah pandemi COVID-19. 

Noah menyebutkan bahwa dalam jangka pendek atau kurun waktu tiga bulan, pemerintah dapat memberikan dukungan tambahan ke tempat yang paling membutuhkannya, memberikan dukungan psikososial kepada staf sekolah dan siswa hingga menyiapkan materi penilaian belajar siswa dan rencana untuk mengejar ketinggalan.

Sementara untuk jangka waktu menengah atau sekitar 6 hingga 12 bulan, pemerintah dapat memanfaatkan penyedia pendidikan online sektor swasta untuk mengevaluasi hasil pembelajaran dan mengidentifikasi area untuk perbaikan, menginvestasikan dan memastikan fasilitas kebersihan bekerja secara  fungsional, menyediakan dan memeliharaf asilitas cuci tangan dengan air mengalir dan sabun serta mengidentifikasi anak-anak dengan risiko tertinggi untuk tidak mengejar ketinggalan dan putus sekolah untuk memberikan bantuan yang berbeda.

Berbeda lagi dengan rencana jangka panjang untuk satu hingga tiga tahun ke depan, pemerintah bisa berinvestasi terhadap infrastruktur, sumber daya dan kapasitas untuk memajukan penggunaan teknologi dalam pengajaran dan pembelajaran serta meningkatkan akurasi sistem data nasional untuk melacak kondisi sekolah secara real time.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya