Tingkat Polusi Udara di Jakarta Memburuk Selama PPKM Darurat dan Level 4

Dengan adanya PPKM, tingkat polusi udara terutama di kota besar seperti Jakarta, seharusnya berkurang.

oleh Henry diperbarui 04 Nov 2021, 01:59 WIB
Foto udara suasana gedung bertingkat di kawasan Sudirman, Jakarta, Rabu (8/4/2020). Jakarta sempat menjadi kota paling berpolusi di dunia pada 29 September 2019 lalu, namun Rabu (8/4) siang ini, kualitas udara kota Jakarta membaik. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Selama masa Penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat maupun Level 3 dan 4 sejak 3 Juli 2021, kegiatan masyarakat sangat dibatasi. Dengan adanya pembatasan seharusnya polusi udara terutama di kota besar seperti Jakarta, seharusnya berkurang.

Faktanya, kebijakan PPKM dipastikan tidak membawa perubahan yang signifikan pada kualitas udara Kota Jakarta. Polusi udara di wilayah Jakarta dilaporkan justru semakin memburuk  Padahal, pengendalian terhadap pencemaran udara berperan penting dalam mengurangi jumlah pasien ataupun angka kematian akibat Covid-19.

Menurut Bondan Andriyanu dari Greenpeace Indonesia, mereka membandingkan data yang didapat dari Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Juni dan Juli 2021. Berdasarkan status Baku Mutu Udara Ambient (BMUA) PM 2,5 di stasiun pemantau kualitas udara (SPKU) milik DKI dan kantor Kedubes Amerika Serikat (AS), kandungan polusi udara pada Juli 2021 lebih tinggi dibandingkan Juni 2021.

"Sepanjang Juli lalu menunjukkan peningkatan sampai 4--6 kali lipat dibanding pada bulan Juni," terang Bondan dalam Media Briefing Koalisi Ibukota, Selasa, 10 Agustus 2021. Dia menambahkan, terlihat juga bahwa konsentrasi PM 2.5 saat PPKM Darurat masih lebih tinggi dibandingkan saat diberlakukannya PPKM Mikro.

Hal menarik terjadi pada kandungan PM 2,5 di titik Bundaran HI, Jakarta Pusat. Berdasarkan data, kandungan PM 2,5 pada Juli 2021 lebih rendah dibandingkan Juli 2019. Namun, angka tersebut masih jauh lebih tinggi dibandingkan Juni 2021.

"Hal tersebut terjadi akibat curah hujan di titik Bundaran HI pada Juni 2021 lebih tinggi dibandingkan Juli 2021," ucapnya. Hal itu bisa membantu pencucian atau peluruhan partikel halus di udara.

"Namun secara sekilas memang polusi udara di Jakarta ini sangat erat faktor cuacanya. Jadi kalau tidak ada hujan polusi udara meningkat, namun ketika terjadi hujan polutan tercuci," sambungnya. Selain itu, Bondan menjelaskan, faktor mobilitas warga juga disebut ikut berperan dalam mengurangi tingkat polusi udara.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Perlu Riset Khusus

Selama PPKM Darurat dan Level 4 Polusi Udara di Jakarta Justru Memburuk. (Liputan6.com/Henry)

"Menurut data di web DLH DKI Jakarta, selama PPKM Darurat dilaporkan terjadi penurunan mobilitas transportasi umum, perbelanjaan, dan perkantoran di sekitar Bundaran HI," tutur Bondan. Di sisi lain, di titik permukiman seperti Jagakarsa, Kelapa Gading, Lubang Buaya dan Kebon Jeruk, terjadi penurunan kualitas udara di masa PPKM Darurat.

Bondan mengaku masih memerlukan riset khusus untuk memastikan dari mana sumber polutan di Jakarta. Bisa jadi polutan di Jakarta adalah kiriman dari daerah lain.

"Sejumlah pihak ada yang meyakini karena pengaruh PLTU Suralaya, tapi kalau kita bicara tentang penanganan polusi udara itu harus ada data saintifik. Harusnya butuh data official riset emission inventory sehingga kita bisa tahu sumber polutannya ini dari mana," tambahnya. 

Bondan menilai, pemerintah sudah seharusnya membuka data konsentrasi dari Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) ke publik secara berkala dengan real time. "Ini pun seharusnya berlaku untuk semua kota dan daerah, bukan hanya menjadi beban DKI Jakarta," tutur dia. 

"Lebih penting lagi adalah pengakuan dari pemerintah bahwa udara DKI Jakarta sudah tercemar dan melebihi BMUA. Perlu langkah nyata untuk mengendalikan sumber pencemar udara secara menyeluruh dan lintas batas yang berdasar pada data saintifik," tambahnya.

3 dari 4 halaman

Cara Mengatasi Polusi

Deretan gedung bertingkat tersamar kabut polusi udara di Jakarta, Selasa (20/4/2021). Berdasarkan data "World Air Quality Index" pada Selasa (20/4) pukul 10.00 WIB tingkat polusi udara di Jakarta berada pada angka 174. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Pada kesempatan yang sama, dr Feni Fitriani Taufik dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menyatakan bahwa organisasinya sudah merekomendasikan agar pemerintah untuk menyikapi masalah pencemaran polusi udara Jakarta. Menurut Feni, PDPI telah meminta pemerintah untuk membuat undang-undang dan peraturan yang baik untuk pengendalian polusi udara.

Koordinasi lintas sektoral termasuk dengan akademisi, organisasi profesi ataupun lingkungan melalui kajian dan penelitian, juga menjadi cara yang penting untuk mengatasi masalah polusi di Jakarta.

Selain itu, perlu juga melakukan beragam upaya seperti pemantauan polusi yang berasal dari industri, mendorong pembukaan pembangkit listrik tenaga alternatif, membuat sarana transportasi massal yang aman, nyaman dan ramah lingkungan, hingga meningkatkan penanaman pohon dan menambah area hijau di seluruh wilayah untuk menambah paru-paru kota.

"Kalau bicara tentang polusi udara dengan Covid-19, menurut saya, polusi udara saja sudah menggangu pertahanan tubuh tanpa adanya Covid. Sekarang sudah banyak diteliti juga, bahwa polusi itu menurunkan pertahanan tubuh dalam melawan virus," ungkap Feni. Meski begitu, lanjut Feni, rekomendasi yang telah diberikan PDPI kepada pemerintah hingga kini belum kunjung direspons.

4 dari 4 halaman

Polusi Udara di Dunia Menurun saat Pandemi Corona

Infografis Polusi Udara di Dunia Menurun saat Pandemi Corona. (Liputan6.com/Trieyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya