Para Guru Myanmar Menentang Pembukaan Sekolah di Masa Kepemimpinan Junta Militer

Empat bulan kekacauan nasional Myanmar telah dimulai sejak Februari 2021, dengan lebih dari 800 orang tewas oleh pasukan keamanan dan pemogokan nasional yang melumpuhkan ekonomi.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 01 Jun 2021, 15:02 WIB
Para pengunjuk rasa mengambil bagian dalam demonstrasi menentang kudeta militer di Myitkyina di negara bagian Kachin Myanmar (8/3/2021). Bentrokan warga anti kudeta militer dengan aparat keamanan Myanmar masih terus berlangsung. (AFP/STR)

Liputan6.com, Yangon - Sekolah-sekolah di Myanmar akan dibuka pada Selasa, 1 Juni 2021 untuk pertama kalinya sejak junta militer merebut kekuasaan.

Namun, para guru dan siswa akan menentang seruan junta Myanmar untuk menyediakan ruang kelas penuh sebagai bentuk perlawanan, demikian dikutip dari laman Channel News Asia, Selasa (1/6/2021).

Empat bulan kekacauan nasional telah dimulai sejak Februari 2021, dengan lebih dari 800 orang tewas oleh pasukan keamanan dan pemogokan nasional yang melumpuhkan ekonomi.

Guru sekolah umum mengenakan seragam hijau dan putih yang diamanatkan oleh kementerian pendidikan sebagai bentuk protes massa awal, bergabung dengan pekerja kereta api, dokter dan pegawai negeri.

Junta bersikeras sekolah mesti buka pada Selasa (1/6) setelah absen satu tahun karena COVID-19.

Tetapi banyak pendidik telah memutuskan bahwa mereka tidak dapat kembali ke pekerjaan yang mereka sukai tersebut.

"Saya tidak takut dengan penangkapan dan penyiksaan mereka," kata Shwe Nadi, seorang guru dari ibukota komersial Yangon kepada AFP. Namanya telah diubah demi keselamatannya.

"Saya takut menjadi guru yang mengajarkan propaganda kepada siswa."

Pria berusia 28 tahun itu dipecat karena mendukung gerakan pembangkangan sipil Myanmar -- salah satu dari ribuan guru dan akademisi yang dipecat oleh junta.

"Tentu saja saya merasa tidak enak kehilangan pekerjaan karena saya senang menjadi guru. Meski tidak dibayar dengan baik, kami bangga menjadi guru karena orang lain menghormati kami," katanya.

 

2 dari 2 halaman

Boikot Nasional

Dalam foto yang diambil pada 21 Mei 2021 ini, orang-orang menunggu untuk menerima kantung beras yang didistribusikan oleh Program Pangan Dunia (WFP) sebagai bagian dari upaya bantuan pangan untuk mendukung warga yang tinggal di komunitas miskin di pinggiran Yangon. (Foto: AFP / STR)

Nu May - bukan nama sebenarnya - di negara bagian Mon selatan juga akan meninggalkan pekerjaannya, katanya kepada AFP.

Guru sekolah dasar kehilangan gajinya selama berbulan-bulan setelah bergabung dengan boikot nasional.

"Ketika saya melihat bagaimana mereka telah membunuh banyak orang, saya merasa saya tidak ingin menjadi guru mereka lagi," tambahnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya