Sri Mulyani Beri Bukti Pertumbuhan Ekonomi di Jalur Tren Perbaikan

Bendahara Negara menyadari berbagai perkembangan indikator memang telah menggambarkan momentum pemulihan ekonomi yang menguat

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Mei 2021, 13:08 WIB
Suasana gedung perkantoran di Jakarta, Sabtu (17/10/2020). International Monetary Fund (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 menjadi minus 1,5 persen pada Oktober, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya pada Juni sebesar minus 0,3 persen. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Berbagai indikator pertumbuhan perekonomian Indonesia disebut sudah mulai pulih menuju ke arah perbaikan. Ini dikatakan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati.

Hal ini tercermin dari indikator PMI Manufaktur pada April 2021, mencapai 54,6 yang menunjukkan terjadinya ekspansi selama 6 bulan berturut-turut

"Perekonomian Indonesia juga berada pada pemulihan. Setelah mengalami kontraksi -5,32 persen di Triwulan II 2020, pertumbuhan ekonomi terus berada pada tren perbaikan," ujarnya dalam Sidang Paripurna DPR RI Masa Persidangan V Tahun Sidang 2020-2021, Kamis (20/5/2021).

Perkembangan positif tersebut menunjukkan adanya sinyal kuat perbaikan pada kondisi bisnis, seiring dengan naiknya permintaan baru, termasuk dari luar negeri.

Di sisi lain ekonomi, di triwulan I-2021 terus membaik, walaupun masih mengalami kontraksi -0,74 persen akibat kenaikan kasus Covid-19 di awal tahun 2021.

Ini menyebabkan dilakukan kembali pengetatan mobilitas, yang berdampak pada tertahannya kegiatan ekonomi terutama konsumsi. Meskipun demikian, seluruh komponen aktivitas perekonomian terus melanjutkan tren pemulihan.

"Bahkan rilis BPS 5 Mei 2021 menunjukkan bahwa tingkat pengangguran telah menurun menjadi 6,26 persen per Februari 2021 dari sebelumnya 7,07 persen per Agustus 2020," jelasnya.

Bendahara Negara itu menyadari berbagai perkembangan indikator memang telah menggambarkan momentum pemulihan ekonomi yang menguat, namun ancaman Covid-19 masih membayangi. Pemulihan perekonomian global juga dibayangi risiko kecepatan pemulihan yang tidak sama antarnegara.

Negara-negara dengan akses dan kemampuan vaksinasi yang mumpuni serta memiliki sumber daya besar untuk memberikan stimulus diperkirakan dapat pulih lebih cepat. Sedangkan Covid-19 tidak akan bisa diatasi bila semua negara belum mendapat akses vaksin.

"Oleh karena itu, sangat penting untuk terus membangun solidaritas global agar pemulihan dapat lebih seimbang. Salah satunya adalah dengan memastikan adanya akses vaksin yang merata bagi seluruh negara di dunia," jelasnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

2 dari 2 halaman

Simak Rincian Asumsi Makro RAPBN 2022 yang Diusulkan Pemerintah ke DPR

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/6/2019). Pemerintah bersama Komisi XI DPR RI kembali melakukan pembahasan mengenai asumsi dasar makro dalam RAPBN 2020. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan target pertumbuhan ekonomi berada di kisaran 5,2 hingga 5,8 persen pada tahun 2022.

Lanjutnya, asumsi makro ini ditetapkan dengan mempertimbangkan berbagai dinamika ekonomi global dan nasional serta adanya risiko ketidakpastian dan potensi pemulihan ekonomi dengan catatan Covid-19 masih dan dapat dikendalikan.

"Pemerintah mengusulkan kisaran indikator ekonomi makro untuk penyusunan RAPBN 2022 sebagai berikut. Pertumbuhan ekonomi pada kisaran 5,2 hingga 5,8 persen," ujarnya dalam Rapat Paripurna DPR RI, Kamis (20/5/2021).

Kemudian, usulan inflasi sebesar 2 hingga 4 persen, lalu tingkat suku bunga SUN 10 tahun 6,32 - 7,27 persen, nilai tukar rupiah berada di angka Rp 13.900-Rp 15.000 per dolar Amerika Serikat (AS)

Lalu, harga minyak mentah Indonesia pada kisaran USD 55-65 per barel. Sedangkan lifting minyak bumi di kisaran 686-726 ribu barel per hari, dan lifting gas bumi sebesar 1.031 ribu sampai 1.103 ribu barel per hari setara minyak.

"Belajar dari kondisi dinamika penanganan Covid-19 dan dampaknya yang luas, maka arsitektur kebijakan fiskal harus bersifat adaptif, antisipatif, responsif namun pragmatis dan fokus tercapainya tujuan jangka panjang," ujar Sri Mulyani.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya