Tolak THR 2021 Dicicil dan Ditunda, Buruh: Masih Ada Perusahaan Belum Bayar THR Tahun Lalu

Menurut Roy, kebijakan tersebut sangat merugikan buruh.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 21 Mar 2021, 14:00 WIB
Aksi unjuk rasa ribuan buruh dalam lanjutan menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja, digelar di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (8/10/2020). (Liputan6.com/ Huyogo Simbolon)

Liputan6.com, Bandung - Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang Dan Kulit (SP TSK SPSI) Roy Jinto menyatakan menolak rencana Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) yang membuka opsi aturan untuk memperbolehkan perusahaan mencicil atau menunda pembayaran tunjangan hari raya (THR) 2021.

Menurut Roy, kebijakan tersebut sangat merugikan buruh. Sebab, pada 2020 lalu Kemnaker sudah pernah mengeluarkan aturan THR dicicil dan ditunda yang akhirnya berdampak banyak perusahaan mencicil dan menunda pembayaran THR.

"Bahkan sampai sekarang ada perusahaan yang belum bayar THR 2020 kepada buruhnya. Kondisi tahun 2020 dengan sekarang tahun 2021 sangat berbeda di mana perusahaan sudah beroperasi secara normal," ujar Roy dalam keterangan tertulis, Sabtu (20/3/2021).

Roy mengungkapkan, pandemi Covid-19 selalu dijadikan alasan oleh pemerintah untuk membuat aturan-aturan yang sangat merugikan kaum buruh. Mulai dari pengesahan UU Cipta Kerja, PP No 34 tentang tenaga kerja asing (TKA), PP No 35 mengenai PKWT, alih daya dan PHK, PP No 36 mengenai pengupahan, PP No 37 mengenai JKP, hingga Peraturan Menteri (Permen) No 2 Tahun 2021 mengenai pengupahan untuk industri padat karya di mana aturan tersebut memperbolehkan perusahaan untuk membayar upah buruh di bawah upah minimum.

"Semua kebijakan yang dikeluarkan pemerintah sangat berpihak kepada pengusaha dan merugikan kaum buruh, apalagi dengan rencana Menteri Ketenagakerjaan akan memperbolehkan pengusaha untuk mencicil dan menunda pembayaran THR 2021, maka lengkap sudah penderitaan kaum buruh," tutur Roy.

Adapun berdasarkan aturan, THR dibayar oleh pengusaha minimal satu bulan upah dibayarkan sekaligus paling lambat tujuh hari sebelum hari raya kepada buruh.

"Kita meminta kepada Menteri Ketenagakerjaan agar tidak mengeluarkan aturan THR dapat dicicil atau ditunda. Buruh menolak aturan tersebut," ucapnya.

Ia pun menyatakan pihak buruh akan kembali turun ke jalan jika Kemnaker tetap bersikukuh mengeluarkan aturan THR ditunda atau dicicil.

"Kalau pemerintah memaksakan berarti pemerintah memang memaksa buruh untuk turun kembali ke jalan melakukan aksi unjuk rasa penolakan aturan tersebut. Jadi, kalau terjadi kerumunan itu karena kesalahan pemerintah," ujar Roy.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya