Janet Yellen Sah Jadi Menteri Keuangan Wanita Pertama di AS

Mantan Gubenur Bank Sentral Amerika Serikat (AS), Janet Yellen, lolos menjadi menteri keuangan wanita pertama di negaranya.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 26 Jan 2021, 09:31 WIB
Janet Yellen, pemimpin departemen keuangan AS yang ditunjuk oleh presiden terpilih Joe Biden. (Twitter/ @NewYorkFed)

Liputan6.com, Washington, D.C. - Senat Amerika Serikat (AS) meloloskan Janet Yellen sebagai menteri keuangan. Mantan Gubernur Bank Sentral AS (the Fed) ini merupakan menteri keuangan wanita pertama di negaranya. 

NPR melaporkan, Selasa (26/1/2021), Janet Yellen mendapat dukungan mayoritas dari Komite Keuangan Senat. Ia mendapat dukungan 84 senator, sementara yang menolak hanya 15 orang senator Partai Republik.

Dukungan Partai Republik terhadap Yellen jauh lebih besar ketimbang dukungan Partai Demokrat kepada Steven Mnuchin yang dipilih Trump sebagai menkeu. Saat itu, seluruh 47 politikus Demokrat menolak Mnuchin.

Janet Yellen dianggap sebagai sosok moderat. Ia menjadi Gubernur Bank Sentral pada 2014-2018. Ia juga memimpin tim penasihat ekonomi di masa Presiden Bill Clinton.

Di Senat, Janet Yellen mendukung adanya "tindakan besar" untuk merespons pandemi COVID-19. Ia menyorot bantuan untuk distribusi vaksin, pembukaan sekolah, serta membantu pemadam damkar, guru, dan masyarakat yang kelaparan.

Presiden Joe Biden menjanjikan paket bantuan sebesar US$ 1,9 triliun yang sudah termasuk bantuan US$ 1.400, bantuan pengangguran, serta dana untuk pemerintah daerah.

Load More

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Posisi Terhadap China

Ilustrasi Bendera China (AFP/STR)

Janet Yellen menggantikan Steven Mnuchin yang menjadi menkeu di era Donald Trump.

Pemerintahan Donald Trump memakai nada keras dalam menghadapi China yang dianggap tidak adil dalam perdagangan. Janet Yellen juga menyatakan siap menghadapi praktik dagang China.

Yellen berargumen bahwa China memiliki praktik dagang yang buruk.

"Kita harus meladeni praktik-praktik dagang China yang abusif, tidak adil, dan ilegal," kata Yellen.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya