Ekspor Perkebunan Naik jadi Rp 359 Triliun di Tengah Pandemi Covid-19

Di tengah pandemi Covid-19, sektor ekspor pertanian dan perkebunan malah mengalami kenaikan sebesar 11,6 persen.

oleh Pramita Tristiawati diperbarui 10 Des 2020, 12:31 WIB
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah pandemi Covid-19, sektor ekspor pertanian dan perkebunan malah mengalami kenaikan sebesar 11,6 persen. Bahkan, nilai ekspor bisa menyentuh Rp 300-an triliun.

"Sebagai informasi, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS, angka sementara), nilai ekspor pertanian Januari-Oktober 2020 adalah sebesar 359,5 triliun rupiah atau naik 11,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu," ungkap Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo, dalam peringatan Hari Perkebunan ke-63 di Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, Kamis (10/12/2020).

Lanjutnya, dengan nilai sebesar tersebut, sub sektor perkebunan menjadi penyumbang terbesar ekspor di sektor pertanian dengan kontribusi sebesar 326,86 atau 90,92 persen.

Adapun ekspor komoditas perkebunan yang melonjak pada Januari-Oktober paling besar disumbang oleh komoditas kelapa sawit, karet, kakao, kelapa dan kopi. Ekspor perkebunan tertinggi terjadi di bulan Oktober yaitu sebesar 38, 46 Triliun Rupiah dengan kenaikan sebesar 8,76 persen dari bulan sebelumnya.

"Hal ini menunjukan ekspor perkebunan mampu bertahan bahkan meningkat di tahun 2020 ini, meskipun di tengah pandemi ketika sektor ekonomi lain terdampak, sektor pertanian malah menguat,"tutur Mentan.

Bahkan, di Hari Perkebunan Nasional tersebut, Menteri Pertanian melepas satu kontener muatan arang tempurung kelapa ke Irak. Menurutnya, tempurung kelapa ini sangat berguna untuk kehidupan life style masyarakat di sana.

"Biasanya untuk menghisap shisya dan sebagainya,"katanya.

Ke depan, kata Mentan, subsektor perkebunan perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak, termasuk BUMN dan swasta, sehingga diharapkan nantinya terbangun Korporasi petani. Petani dan pekebun harus berada dan menjadi mitra Swasta dan BUMN, sehingga petani terangkat pendapatan dan kesejahteraannya.

Metan juga menegaskan, khusus untuk skema pembiayaan dalam pembangunan perkebunan Indonesia, Kementan tidak hanya akan mengandalkan anggaran pendapatan belanja negara (APBN) dan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD).

APBN dan APBD hanya stimulant, pengembangan perkebunan perlu instrumen perbankan untuk pembiayaan pertanian, termasuk perkebunan. Salah satu instrumen perbankan yang akan diperkuat adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR).

"Semoga cita-cita dan harapan untuk turut serta menggerakkan roda perekonomian dan upaya pemulihannya pasca pandemi covid-19 dapat segera terwujud dengan kerja keras kita bersama," tutupnya. (Pramita Tristiawati)

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Selama Pandemi, Serapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian Tumbuh 2,23 Persen

Petani menanam padi di persawahan di kawasan Tangerang, Kamis (3/12/2020). Kementerian Pertanian menargetkan pada musim tanam pertama 2020-2021 penanaman padi mencapai seluas 8,2 juta hektare menghasilkan 20 juta ton beras. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis, Kementerian Koordinator Perekonomian, Musdhalifah Machmud mengatakan sektor pertanian tetap tangguh selama pandemi Covid-19.

Terlihat dari pertumbuhan di sektor pertanian, kelautan dan perikanan pada kuartal kedua dan ketiga tahun 2020 tumbuh positif.

"Pertanian cukup tangguh selama pandemi dengan laju pertumbuhan positif, kuartal II sebesar 2,19 persen (yoy) dan kuartal II sebesar 2,15 persen (yoy)," kata Musdhalifah dalam dialog Serap Aspirasi: Implementasi Undang-Undang Cipta Kerja Sektor Pertanian, Kelautan & Perikanan, Lombok, NTB, Senin (7/12).

Selain itu, terjadi pergeseran tenaga kerja ke sektor pertanian. Tenaga kerja di sektor ini meningkat sebesar 2,23 persen.

Sehingga tenaga kerja yang ada di sektor pertanian dan kelautan menjadi 38,23 juta pekerja.

"Terjadi kenaikan sebesar 2,23 persen yang meningkat jadi 38,23 juta tenaga kerja untuk sektor pertanian dan kelautan," tutur dia.

Pandemi Covid-19 ini telah membawa disrupsi pada sektor ketenagakerjaan. Akibatnya 29,12 juta orang penduduk usia produktif jadi terdampak.

Musdhalifah menambahkan saat ini mayoritas masyarakat berpendapatan rendah mengalami penurunan pendapatan. Semula pendapatan mereka berkisar Rp 1,8 juta tiap bulan, kini menjadi berkurang. Akibatnya ini berpotensi meningkatkan kemiskinan.

"Mayoritas masyarakat berpendapatan rendah mengalami penurunan pendapatan sehingga berpotensi meningkatkan kemiskinan," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com 

3 dari 3 halaman

Ekonom Beberkan Penyebab Turunnya Produktivitas Sektor Pertanian

Suharianto (56 th), petani penyintas bencana di Kabupaten Sigi menunjukkan tomat hasil panen dari lahan yang disewanya pascabencana, Senin (23/11/2020). Petani itu beralih ke tanaman hortikultura saat lahan sawah di sigi rusak dan Irigasi Gumbasa belum pulih. (Foto: Liputan6.com/ Heri Susanto).

Meski mencatatkan pertumbuhan positif selama pandemi covid-19, total factor productivity (TFP) sektor pertanian cenderung lebih rendah dibandingkan TFP ekonomi secara keseluruhan.

Berdasarkan catatan Badan Pusat statistik (BPS), pertumbuhan sektor pertanian pada kuartal II-2020 mencapai 16,24 persen, dan tumbuh 2,15 persen pada kuartal III-2002.

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bustanul Arifin memaparkan, pertumbuhan TFP pertanian bernilai negatif sejak 2011. Artinya, terjadi penurunan produktivitas pertanian, salah satunya karena kurangnya penggunaan teknologi terkini.

"Kita punya problem dalam mendorong produktivitas pertanian karena penggunaan teknologi kita lamban, kalaupun ada inovasinya belum banyak terserap dan teraktualisasi dalam konteks pertumbuhan ekonomi," kata Bustanul dalam webinar INDEF - Proyeksi Ekonomi Indonesia 2021, Senin (30/11/2020).

Oleh karena itu, Bustanil mengharapkan agar Kementerian Pertanian melalui Badan Litbang Pertanian dapat melakukan terobosan untuk perkembangan teknologi, guna mewujudkan kedaulatan pangan.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menuturkan hal serupa. Mentan menilai perlunya pengembangan pertanian modern, seperti smart farming. Juga pemanfaatan green house untuk meningkatkan produksi komoditas hortikultura di luar musim tanam.

Selain itu, Mentan berencana mendirikan sekolah pertanian berbasis pendekatan riset dan teknologi (ristek) pada tahun depan. “Saya akan terapkan itu tahun depan, saya coba intervensi dengan kerja sama perguruan tinggi," kata Mentan.  

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya