Neobank Jadi Ancaman Bisnis Perbankan Konvensional di Era Digital

Industri perbankan kini tengah menghadapi tantangan, yaitu percepatan dalam mengadopsi teknologi dalam layananya

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Agu 2020, 21:00 WIB
Ilustrasi Bank

Liputan6.com, Jakarta Industri perbankan kini tengah menghadapi tantangan, yaitu percepatan dalam mengadopsi teknologi dalam layananya. Jika tidak, diprediksi banyak pihak perbankan akan ditinggal nasabahnya.

Bankir yang juga Mantan Direktur Utama CIMB Niaga Arwin Rasyid mengatakan, kemunculan fintech sebenarnya bukan menjadi ancaman utama untuk mendapatkan dana nasabah. Neobank adalah ancaman sebenarnya.

"Neobank ini adalah bank yang beroperasi secara digital penuh, tanpa kehadiran kantor cabang. Neobank lahir dari aplikasi teknologi chatting atau aplikasi sosial media lainnya. Seperti KakaoBank di Korea yang lahir dari KakaoTalk, KlarnaBank di Swedia, WeBank di China yang lahir dari WeChat. Bayangkan, betapa dahysatnya jika Whatsapps yang memiliki 2 milyar active users mendirikan Neobank!,” ucap dia dalam sebuah tulisannya, Sabtu (15/8/2020).

Dituliskannya, tantangan dari Neobank memang tidak main-main. Di Eropa misalnya, saat Neobank berhasil menggaet 15 juta nasabah. Pada saat yang sama bank konvensional justru kehilangan 2 juta nasabah. Di Korea, Kakao Bank (2016), dalam 2 hari beroperasi, menggaet 240 ribu nasabah. Dalam 13 hari, raih 2 juta nasabah. Pada Juli 2019, meraih 10 juta nasabah.

Dia menambahkan, kehadiran Fintech dan Neobank tak lepas dari kelanjutan perkembangan teknologi digital era 3G dan 4G. Kini, sebentar lagi kita akan memasuki era 5G. Era 5G ditandai berbagai kemajuan teknologi yang menakjubkan dan revolusioner. 

Menurut Arwin, menghadapi dua tantangan utama perbankan dari Fintech dan Neobank, setidaknya ada tiga agenda besar yang harus dilakukan perbankan.

"Pertama, bank harus segera bersiap menyambut datangnya Era 5G dan mengadaptasi berbagai teknologi digital yang relevan bagi peningkatan layanan perbankan," ucapnya.

 

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

2 dari 2 halaman

Selanjutnya

Ilustrasi Bank Dunia (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Kedua, Transformasi digital adalah keniscayaan dan harus dijalankan sepenuh hati, berdasarkan 4 pilar budaya: Inovasi, Customer and User Experience (CX & UX), Cross-Selling yang Efektif dan SDM yang terlatih baik.

Ketiga, perbankan harus mengantisipasi bisnis ke depan yang tak hanya berorientasi pada pertumbuhan asset namun juga pada pengembangan konten, dimana perubahan paradigma bisnis perbankan harus menyesuaikan dengan paradigma Fintech dan Neobank yang telah terbukti berhasil meraih kepercayaan masyarakat.

“Bank hendaknya menyadari bahwa nasabah dalam situasi kehidupan yang semakin complexed and complicated ini akan selalu mencari alternatif yang nyaman, praktis, cepat dan aman dalam aktivitas perbankan mereka. Terlebih dalam situasi pandemi Covid-19 saat ini, di mana digital services semakin menarik dibanding conventional services. Saatnya bank menyusun langkah strategis baru sebagai agenda besar bank ke depan,” lanjut Arwin yang juga pernah menjabat sebagai Direktur Utama Telkom Indonesia itu.

Apa yang menjadi pengalaman Arwin dalam memimpin perbankan dan perusahaan teknologi ini, mendorong dirinya dalam membuat sebuah karya.  Bukunya yang berjudul: 'Digital Banking Revolution-Belajar dari Digital CIMB Niaga & Tips Bertahan di Era Fintech', bisa menjadi literasi dalam meningkatkan wawasan di dunia perbankan dan teknologi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya