Penyaluran Bansos Dinilai Belum Tepat Sasaran

Pemberian bantuan sosial (bansos) kepada warga terdampak virus corona (Covid-19) dinilai belum cepat dan tepat sasaran

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 18 Mei 2020, 17:15 WIB
Pekerja mengemas paket bantuan sosial (bansos) di Gudang Food Station Cipinang, Jakarta, Rabu (22/4/2020). Pemerintah pusat menyalurkan paket bansos selama tiga bulan untuk mencegah warga mudik dan meningkatkan daya beli selama masa pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Yustinus Prastowo, menyoroti pemberian bantuan sosial (bansos) kepada warga terdampak virus corona (Covid-19) yang menurutnya belum cepat dan tepat sasaran.

Dia mengatakan, pemberian bansos saat ini merupakan hal yang sangat menantang. Ini lantaran pemberian donasi sekarang menjadi yang terbesar untuk tujuan kemanusiaan.

"Rp 110 triliun dialokasikan. Selama ini bansos itu kan rutin menjadi agenda fiskal politik saja, sekarang betul-betul kemanusiaan," ujar dia dalam sesi bincang virtual, Senin (18/5/2020).

Yustinus menyatakan, kecepatan dan ketepatan menjadi dua isu terpenting dalam penyaluran bansos melawan pandemi corona. Namun kenyataannya, kedua hal tersebut belum tercapai.

"Harus diakui bansos ini belum cepat dan belum tepat, bahkan kemungkinan 70 persen telat sasaran itu sudah merupakan pencapaian yang bagus," cibir dia.

"Kecepatan juga menjadi isu. Dalam beberapa hal masih ada yang dibawah 50 persen, bahkan masih ada yang 20 persen, termasuk untuk dana desa," dia menambahkan.

 

2 dari 2 halaman

Data Penerima Bansos Belum Terintegrasi

Paket bansos terlihat di Gudang Food Station Cipinang, Jakarta, Rabu (22/4/2020). Pemerintah menyalurkan paket bansos sebesar Rp 600 ribu per bulan selama tiga bulan untuk mencegah warga mudik dan meningkatkan daya beli selama masa pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Lebih lanjut, ia juga mengkritik data penyaluran bansos yang menurutnya masih belum terintegrasi dengan baik. Hal tersebut dianggapnya menjadi pekerjaan rumah untuk bisa menyalurkan donasi sosial dalam jumlah yang sangat besar.

Seperti Program Keluarga Harapan (PKH) yang menyasar 10 juta keluarga. Kemudian 10 juta keluarga tambahan untuk kartu sembako, subsidi listrik yang menjangkau 31 juta pelanggan, hingga bansos sembako untuk 2 juta keluarga di Jabodetabek.

"Lalu ada BLT untuk non-Jabodetabek untuk 9 juta keluarga. Dan bagi korban PHK, orang yang menganggur di desa, TKI pulang kampung, itu dialokasikan 11 juta keluarga akan menerima masing-masing Rp 600 ribu selama 3 bulan," paparnya.

Sorotan lainnya, Yustinus juga menegaskan realokasi dan refocusing anggaran dari setiap kementerian/lembaga untuk bisa menutupi segala kekurangan biaya tersebut.

"Saya rasa itu mustinya tidak tumpang tindih, tapi fakta di lapangan masih ada tumpang tindih. Ini yang perlu diawasi, karena kita mendengar ada beberapa hal yang menyimpang. Saya kira itu menjadi penting," tegasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya