Cerita Guru Honorer Bertahan Hidup di Tengah Pandemi Corona

Pandemi Covid-19 begitu memberikan dampak terhadap Puji Ratnasari. Aktivitasnya sebagai guru honorer bukan hanya terjeda, namun ia juga kehilangan setengah penghasilannya.

oleh Yopi Makdori diperbarui 27 Apr 2020, 01:20 WIB
Sejumlah Guru honorer Kategori 2 beristigosah saat menggelar aksi di depan gedung MPR/DPR, Jakarta, Senin (23/7). Aksi ini digelar di tengah pejabat sedang melakukan rapat gabungan lanjutan bersama lintas kementerian. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi virus corona Covid-19 begitu memberikan dampak terhadap Puji Ratnasari. Aktivitasnya sebagai guru honorer bukan hanya terjeda, namun ia juga kehilangan setengah penghasilannya dari mengajar.

Ibu satu anak ini menjadi guru honorer selama 10 tahunan. Dahulu sebelum ia punya anak, demi menutup kebutuhan rumah tangganya Puji bisa mengajar di tiga sekolah. Namun saat ini hanya mampu mengajar di dua sekolah saja.

Sebagai guru honorer, Puji mengaku pendapatannya kurang untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Beban ini diperparah dengan adanya pandemi corona seperti saat ini.

"Setiap harinya saya kan ngandelin gaji per bulan yang dari BOS (Bantuan Operasional Sekolah). BOS itu kan 15 persennya buat gaji guru," kata Puji kepada Liputan6.com, Rabu (22/4/2020).

Tiap bulannya, kata Puji, ia menerima gaji sekitar kurang dari satu juta rupiah dari dana BOS tersebut. Karena ia mengajar di SD dan SMK swasta, yakni SDN 1 Pilangsari dan SMK Muhammadiyah Jatibarang, Indramayu, ia mengaku menerima dua gaji setiap bulannya.

"Kalau SMK itu kan kalau kita ngajar aja digaji. Tapi Alhamdulillah kebijakan kepala sekolah kita untuk bulan April karena kita full ngajar di rumah ada kuota, ada setengah gaji cair dan ada ketahanan pangan (kebutuhan pokok) mas," katanya.

Puji pun mengatakan bahwa gajinya di SMK tak jauh beda dengan gaji dia mengajar di SD. Namun karena aktivitas pembelajaran dilakukan dari rumah, ia hanya menerima gaji setengahnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Potong Tunjangan Guru

Di saat seperti ini pemerintah pun memotong tunjangannya sebagai guru. Tahun lalu ia menerima tunjangan sekitar Rp 200 ribu per bulan dari pemerintah. Tapi ia tak tahu apakah dana tunjangan untuk tahun ini bisa cair.

"Ya kita merasa kesulitan banget untuk ibaratnya kita harus stay di rumah tapi kita juga butuh makan, perut harus diisi apalagi punya anak, perlu susu," ungkapnya.

"Kami itu benar-benar memerlukan uluran tangan dari pemerintah sebenernya, bukan malah pemotongan (tunjangan)," imbuh Puji.

Puji mempertanyakan kenapa tidak dana untuk pembangunan ibu kota baru saja yang dipotong. Menggapa justru dana tanjungan para guru yang amat dibutuhkan bagi orang banyak yang justru disunat.

"Untuk ibu kota bisa tapi untuk uluran tangan ke kita enggak bisa," ucapnya.

Masa-masa seperti ini, kata Puji, begitu sulit bagi orang-orang seperti dirinya. Untuk memenuhi kebutuhan hidup yang kurang jika hanya mengandalkan gaji, ia kerap berjualan jajanan anak.

Namun karena pembelajaran di sekolah berhenti, saat ini ia tak bisa berbuat apa-apa. Ia berharap ada uluran tangan dari pemerintah.

"Lebih baik (bantuan) dalam bentuk sembako karena kalau dalam bentuk dana kita pun takut untuk keluar rumah," terangnya.

Selain itu ia juga berharap agar pemerintah bisa melaksanakan pengangkatan honorer seperti dirinya. Meskipun harus melalui jalur tes, namun mesti tes khusus buat mereka yang telah mengabdi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya