Jokowi Minta Masyarakat Pahami RUU Omnibus Law Sebelum Mengkritik

Pemerintah bersama DPR itu selalu terbuka terkait RUU Omnibus Law.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Feb 2020, 13:30 WIB
Presiden Joko Widodo saat memimpin penganugerahan gelar Pahlawan Nasional di Istana Negara, Jakarta, Kakis (8/11). Keputusan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional termaktub dalam Keputusan Presiden Nomor 123/TK/2018. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan, Pemerintah membuka seluas-luasnya masukan dari masyarakat terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang telah diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

“DPR juga saya kira juga akan membuka seluas-luasnya masukan-masukan lewat mungkin dengar pendapat. Saya kira,” ujar Jokowi dikutip dari laman Setkab, Jumat (21/2/2020).

Artinya, menurut Presiden, Pemerintah bersama DPR itu selalu terbuka terkait RUU Omnibus Law. “Ini masih baru awal, mungkin masih 3 bulan, mungkin masih 4 bulan baru selesai atau 5 bulan baru selesai ya kan,” tambahnya.

Pemerintah, lanjut Presiden, ingin terbuka baik DPR maupun kementerian-kementerian, terbuka untuk menerima masukan-masukan, menerima input-input, dan mendengar keinginan-keinginan masyarakat.

“Sehingga kita nanti bisa mengakomodasi lewat kementerian kemudian persetujuan di DPR,” tutur Presiden ke-7 Republik Indonesia (RI).

Mengenai kritikan masyarakat, Presiden minta RUU Omnibus Law Cipta Kerja dibaca satu per satu sehingga jangan sampai belum melihat tetapi sudah mengkritik.

“Ini belum, sekali lagi ini belum undang-undang loh ya, rancangan undang-undang yang baik asosiasi, baik serikat, baik masyarakat bisa memberikan masukan sekali lagi kepada pemerintah, kementerian, maupun kepada DPR. Ini yang ditunggu itu justru,” pungkas Presiden.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Menaker Akui RUU Omnibus Law Dibuat demi Turunkan Pesangon

(Foto:@Kemnaker)

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyebut Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja lahir karena perusahaan menilai pesangon dalam Undang-Undang N0 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan terlalu tinggi.

"Di undang-undang No.13 tahun 2003 (Ketenagakerjaan), cukup tinggi pesangonnya," tegasnya seusai mengisi acara Rapat Koordinasi Kepala Disnaker di Kawasan Kuningan, Jakarta, Kamis (20/2/2020).

Berdasarkan data yang di himpun tim kementeriannya, yang menunjukan tingkat kepatuhan perusahaan masih rendah dalam memberikan pesangon terhadap pekerjanya.

"Tingkat kepatuhan perusahaan rendah, karena perusahaan tidak mampu membayar pesangon," imbuh dia.

Untuk mengatasi keluhan dari perusahaan terkait pesangon yang di nilai memberatkan, maka dibentuklah RUU Cipta Kerja yang diharapkan mampu memberikan pelindungan terhadap hak pekerja atau buruh.

"Kepastian bagi pekerja untuk perlindungan pesangon," paparnya.

3 dari 3 halaman

Kebijakan Baru

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah saat menjadi Pembina Upacara Bulan K3 tahun 2020 yang dilaksanakan di lapangan PTPN V, Pekanbaru, Provinsi Riau, pada Jumat, (14/2).

Dalam kesempatan yang sama, Ida Fauziyah menjanjikan tiga kebijakan baru, bagi pekerja atau buruh yang menjadi korban PHK. seperti; Jaminan kehilangan pekerjaan berupa pemberian cash benefit (uang saku), Pelatihan vokasi, dan akses penempatan (pekerjaan).

"Ini, yang tidak ada di Undang-Undang lama (Undang-Undang Ketenagakerjaan N0 13 Tahun 2003)," tuturnya.

Ida kemudian mengingatkan bahwa dalam RUU Cipta Kerja masih diberlakukannya sanksk pidana bagi perusahaan yang tidak membayar pesangon sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Namun, saat ditanyakan apakah perusahaan skala besar juga melakukan pelanggaran, Ia masoh menunggu laporan tim kementeriannya."Saya lihat detainya nanti," pungkas dia.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya