Demonstran Anti-Pemerintah Hong Kong Protes Kebijakan Karantina Kasus Virus Corona

Kini, demonstran Hong Kong kembali menggelar aksi protes terhadap kebijakan pemerintah soal karantina bagi pasien terinfeksi Virus Corona.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 16 Feb 2020, 07:04 WIB
Pejalan kaki mengenakan sungkup muka untuk melindungi diri dari wabah virus corona saat bersiap menyeberang jalan di Hong Kong pada 4 Februari 2020. WHO mengatakan wabah virus corona COVID-19 merupakan ancaman sangat besar bagi seluruh dunia. (Anthony WALLACE/AFP)

Liputan6.com, Hong Kong - Ratusan pengunjuk rasa anti-pemerintah berkumpul di beberapa titik di Hong Kong pada Sabtu 15 Februari sebagai aksinya melawan rencana pemerintah yang berpotensi mengubah beberapa bangunan menjadi pusat karantina Virus Corona (COVID-19). Selain itu, mereka juga menuntut penutupan penuh perbatasan China daratan.

Aksi protes  yang meningkat di Hong Kong sejak bulan Juni atas kebijakan pemerintahnya dengan China, telah kehilangan intensitas dalam beberapa pekan terakhir lantaran adanya kepanikan terhadap virus yang membuat sebagian besar orang tetap berada di dalam rumah. Demikian seperti dikutip dari Channel News Asia, Sabtu (15/2/2020). 

Tetapi kemarahan masyarakat kemudian muncul karena penolakan Ketua Eksekutif Carrie Lam untuk benar-benar menutup perbatasan dengan China daratan. Dampaknya, beberapa  staf medis juga melakukan mogok kerja dan protes skala kecil di berbagai lokasi. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Protes Soal Tempat Karantina

Anggota staf Otoritas Rumah Sakit Hong Kong mengantre menandatangani surat petisi pemogokan kerja saat memprotes penutupan penyeberangan perbatasan dari China di Hong Kong (4/2/2020). Hong Kong pada 4 Februari melaporkan kematian pasien karena virus corona. (AFP/Anthony Wallace)

Dalam unjuk rasa tersebut, ratusan orang berunjuk rasa di lingkungan utara Tai Po dan Tin Shui Wai serta di Aberdeen di pulau Hong Kong, meneriakkan "Bebaskan Hong Kong, Revolusi zaman kita" dan "Klinik Oppose pneumonia". Sebagian besar pengunjuk rasa mengenakan masker bedah dan banyak yang berpakaian serba hitam.

Beberapa bangunan di lingkungan itu telah ditetapkan sebagai lokasi karantina yang potensial.

"Pemerintah tidak mendengarkan tuntutan publik tentang penutupan perbatasan sepenuhnya, dan sekarang mereka ingin mendirikan klinik (penanggulangan) epidemi di 18 distrik. Melakukan itu seperti menciptakan lebih banyak luka daripada mencoba menghentikan pendarahan," kata seorang penduduk Tin Shui Wai, Chan Kata Mei-lin.

Tayangan televisi menunjukkan polisi dengan perlengkapan anti huru hara melakukan beberapa penangkapan dan menggunakan semprotan merica di Tin Shui Wai.

Tiga minggu yang lalu, sekelompok pengunjuk rasa membakar lobi gedung tempat tinggal yang baru dibangun di Hong Kong yang telah direncanakan oleh pihak berwenang untuk digunakan sebagai fasilitas karantina. Pengunjuk rasa mendorong pemerintah untuk meninggalkan rencana tersebut.

 

3 dari 3 halaman

Carrie Lam Tak Mau Tutup Perbatasan dengan China Sepenuhnya

Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam (AFP/Anthony Wallace)

Pemerintah telah menutup sebagian besar titik perbatasan dengan China dan telah membuat karantina wajib bagi siapa pun yang masuk ke kota jika mereka berada di daratan China selama 14 hari terakhir.

Namun, Carrie Lam mengatakan penutupan penuh itu "tidak pantas", "tidak praktis" dan "diskriminatif".

Lebih dari 1.500 orang di daratan China telah meninggal karena virus mirip flu, yang dapat ditularkan dari orang ke orang, sementara lebih dari 66.000 orang sejauh ini telah terinfeksi. Di Hong Kong sendiri, ada 56 kasus yang dikonfirmasi dan satu kematian.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya