KPK Telisik Penerimaan Uang Rp 7 Miliar ke Muhaimin Iskandar

Cak Imin diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka Hong Arta John Alfred.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 29 Jan 2020, 23:04 WIB
Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar (tengah) memenuhi panggilan penyidik KPK di Jakarta, Rabu (29/1/2020). Muhaimin yang akrab disapa Cak Imin diperiksa dalam kasus suap terkait proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Tahun Anggaran 2016. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelisik dugaan penerimaan uang Rp 7 miliar ke Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin. Dugaan penerimaan uang tersebut berkaitan dengan kasus suap proyek infrastruktur di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

"Penyidik mendalami pengetahuan saksi (Cak Imin) terkait dugaan penerimaan uang Rp 7 miliar dari Musa Zaenudin untuk proyek jalan di Maluku," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (29/1/2020).

Cak Imin yang dimintai keterangan untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka Direktur dan Komisaris PT Sharleen Raya (JECO Group), Hong Arta John Alfred. Cak Imin mengeklaim tak ada aliran suap terkait proyek tersebut yang diterima politikus PKB, termasuk aliran uang ke dirinya.

Menanggapi hal itu, Ali Fikri tak mau ambil pusing. Ia mengatakan, dugaan penerimaan uang itu akan diterangkan dalam persidangan nanti.

"Nanti semuanya termasuk masyarakat bisa melihat secara lengkap apa keterangan dari Pak Muhaimin Iskandar ini ketika perkara ini telah kami limpahkan di persidangan. Dari situ nanti kita semua bisa melihat apa yang diterangkan semua saksi, termasuk juga saksi pak Muhaimin Iskandar," kata dia

Pemeriksaan terhadap Cak Imin ini diduga berkaitan dengan permohonan Justice Collaborator (JC) yang dilayangkan mantan politikus PKB Musa Zainuddin pada Juli 2019.

Dalam persidangan, Musa menganggap dirinya bukanlah pelaku utama dalam kasus korupsi proyek infrastruktur di Kementerian PUPR ini. Ia mengatakan, hanya menjalankan perintah partai.

KPK sempat menolak permohonan JC Musa Zainuddin. Menurut KPK, Musa belum memenuhi syarat menjadi saksi pelaku yang bekerjasama untuk membongkar kasus hukum. Untuk menjadi JC, saksi pelaku harus membongkar pihak lain yang diduga memiliki peran lebih tinggi.

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Vonis Musa Zainuddin

Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar (kedua kanan) usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (29/1/2020). Muhaimin yang akrab disapa Cak Imin diperiksa dalam kasus suap terkait proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Tahun Anggaran 2016. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Musa sendiri dihukum 9 tahun penjara karena terbukti menerima suap Rp 7 miliar untuk meloloskan proyek infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di Maluku dan Maluku Utara tahun anggaran 2016. Uang itu berasal dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir.

Tim penyidik lembaga antirasuah belakangan getol memanggil sejumlah politikus PKB terkait kasus suap proyek jalan ini. Salah satunya Wakil Gubernur Lampung yang juga politikus PKB Chusnunia Chalim alias Nunik. Selain itu, tim penyidik juga pernah memeriksa tiga politikus PKB Fathan, Jazilul Fawaid, dan Helmi Faisal Zaini.

Dalam kasus ini, KPK menduga Hong Artha bersama-sama memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada Kepala Badan Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary. Amran diduga menerima uang sebesar Rp 8 miliar dan Rp 2,6 miliar dari Hong Artha.

Hong Artha sendiri merupakan tersangka ke-12 setelah sebelumnya KPK menetapkan 11 orang lainnya. Dari 11 orang tersebut, 10 diantaranya sudah divonis bersalah dan dijebloskan ke penjara, termasuk Musa Zainuddin.

Penetapan status tersangka terhadap Hong Artha dilakukan pada 2 Juli 2019 lalu. Namun, sejak ditetapkan sebagai tersangka setahun silam, KPK belum melakukan penahanan terhadap Hong Artha. Kasus ini berawal dari penangkapan mantan anggota Komisi V DPR Damayanti pada 13 Januari 2016.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya