Menteri RI dan Malaysia Cekcok Saling Lempar Tuduhan Soal Kabut Asap

Menteri lingkungan hidup Malaysia dan Indonesia saling melempar tuduhan tentang fenomena kabut asap (haze) yang melanda kedua negara.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 12 Sep 2019, 18:37 WIB
Simulasi pemadaman kebakarna hutan dan lahan (Liputan6.com / Nefri Inge)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri lingkungan hidup Malaysia dan Indonesia saling melempar tuduhan tentang fenomena kabut asap (haze) yang melanda kedua negara selama beberapa pekan terakhir.

Cekcok berawal dari komentar Menteri LHK RI Siti Nurbaya, yang mengatakan bahwa kabut asap yang menyelimuti Malaysia "tidak sepenuhnya berasal dari Indonesia," ujarnya dalam sebuah pernyataan pers pada 11 September 2019, seperti dikutip dari Antara.

Komentar Siti mengemuka setelah pemerintah Malaysia, pada Jumat 6 September 2019, mengirim nota diplomatik kepada Indonesia perihal fenomena kabut asap yang turut melanda negara mereka.

Menurut Siti, Negeri Jiran tidak menangkap persoalan secara objektif.

"Malaysia harus menjelaskan persoalan ini secara objektif," lanjut Siti yang menambahkan bahwa kabut asap di Malaysia mungkin turut dipengaruhi oleh kebakaran hutan di wilayah mereka --seperti Sarawak dan Semenanjung Malaya.

Kantor berita Bernama melaporkan pada 25 Agustus 2019 bahwa hutan seluas 98 hektar di Johor, Malaysia, memang dilahap api.

Merespons komentar Menteri Siti, Menteri Lingkungan Hidup Malaysia Yeo Bee Yin mengatakan, "Biarkan data berbicara," ujarnya dalam sebuah unggahan di Facebook, dikutip dari Channel News Asia, Kamis (12/9/2019).

"Menteri Siti juga tidak boleh menyangkal," lanjut Menteri Yeo.

Pada unggahan tersebut, Yeo memasukkan data dari ASEAN Specialized Meteorological Center (ASMC), yang menunjukkan jumlah total titik panas di Kalimantan adalah 474, dengan 387 di Sumatera. Sebagai perbandingan, hanya tujuh yang tercatat di Malaysia.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana RI (BNPB) mengatakan, lebih dari 3.600 kebakaran telah terdeteksi di Pulau Sumatera dan Kalimantan oleh satelit cuaca, yang menyebabkan kualitas udara yang sangat buruk di enam provinsi dengan populasi gabungan lebih dari 23 juta.

Mengomentari persoalan serupa, Duta Besar Malaysia untuk RI Zainal Abidin Bakar mengatakan, "Kami juga mengalami hotspot di Malaysia, tapi kebanyakan hotspot memang banyak berada di Indonesia," jelasnya pada Rabu 11 September 2019 usai acara Hari Kemerdekaan Negeri Jiran ke-62.

"Tapi pemerintah Malaysia menawarkan kerja sama untuk membantu Indonesia sekiranya memerlukan, perihal kebakaran hutan tersebut," lanjut Zainal.

Ia juga menekankan bahwa nota diplomatik yang dikirimkan Malaysia kepada RI "bukan sebuah nota protes."

"Namun sebuah intensi dari kami untuk mengatasi bersama persoalan kabut asap itu," jelasnya.

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Respons PM Malaysia

Lahan yang terbakar di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Sumsel saat terjadi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tahun 2015 (Liputan6.com / Nefri Inge)

Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengatakan, Kabinet pada hari Rabu 11 September 2019 telah membahas cara untuk mengelola situasi kabut asap.

Ditanya tentang komentar Menteri LHK RI Siti Nurbaya bahwa kabut asap di Malaysia disebabkan oleh kebakaran hutannya sendiri, Mahathir berkata: "Itu komentarnya, jadi kita tidak bisa mengatakan apa-apa."

Untuk memerangi kabut asap, Departemen Lingkungan Hidup Malaysia pada hari Rabu menerapkan larangan pembakaran udara terbuka secara nasional, yang akan berlangsung hingga musim hujan barat daya berakhir.

Kabut asap yang berkelanjutan juga telah memaksa perayaan Hari Malaysia Senin depan, yang awalnya direncanakan akan diadakan di luar ruangan di Padang Merdeka, untuk dipindahkan ke Stadion Perpaduan di Kuching, Sarawak.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya