Banyak Pihak di Belanda Enggan Berkompromi dengan Larangan Mengenakan Burqa

Pemberlakuan larangan mengenakan burqa di Belanda tidak disambut dengan kompromi penuh oleh seluruh pihak.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 02 Agu 2019, 08:02 WIB
Seorang perempuan mengenakan burqa di Belanda (AFP/Bart Maat)

Liputan6.com, Amsterdam - Hari pertama pemberlakuan larangan mengenakan burqa di Belanda pada Kamis 1 Agustus, disambut dengan sikap setengah kooperatif dari berbagai pihak di sana.

Sektor transportasi umum mengatakan tidak akan menghentikan layanan terhadap wanita yang mengenakan burqa, dengan alasan itu akan menyebabkan penundaan operasional.

Dikutip dari Al Jazeera pada Jumat (2/8/2019), sikap serupa juga ditunjukkan oleh seluruh pengelola rumah sakit di Belanda, di mana mereka mengatakan akan tetap merawat pasien tanpa pandang bulu.

Kedua kelompok mengatakan penegakan larangan mengenakan burqa sepenuhnya diserahkan kepada pihak kepolisian Belanda.

Kelompok Muslim dan hak asasi manusia di Belanda telah menyuarakan kecaman terhadap pemberlakuan aturan terkait, yang secara resmi disebut sebagai "larangan parsial pada pakaian yang menutupi wajah".

Partai Nida, partai politik Islam di Rotterdam, mengatakan akan membayar denda bagi siapa pun yang tertangkap karena melanggar larangan itu.

Mereka juga telah membuka rekening di mana orang berdonasi untuk membantu membayar denda atas pelanggaran aturan terkait.

 

 

2 dari 4 halaman

Sekitar 400 Wanita Mengenakan Burqa di Belanda

Ilustrasi burqa. (AP)

Belanda telah melarang pakaian yang menutupi wajah, seperti burqa atau niqab, di gedung-gedung publik dan di transportasi umum.

Antara 100 dan 400 wanita diperkirakan mengenakan burqa atau niqab di negara yang berpenduduk 17 juta orang itu.

"Mulai sekarang, mengenakan pakaian yang menutupi wajah dilarang di fasilitas pendidikan, institusi publik dan bangunan, serta rumah sakit dan transportasi umum," kata kementerian dalam negeri Belanda dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis.

Undang-undang --yang disahkan pada Juni tahun lalu setelah melalui perdebatan lebih dari satu dekade-- juga berlaku untuk penutup wajah lainnya seperti helm wajah penuh atau balaclava.

Petugas keamanan sekarang diminta untuk memberi tahu orang-orang dengan pakaian yang menutupi wajah untuk menunjukkan wajah mereka.

Jika menolak, mereka dapat ditolak aksesnya ke gedung-gedung publik dan didenda hingga 150 euro, atau setara Rp 2,3 juta.

Namun, tidak jelas seberapa keras larangan tersebut ditegakkan.

3 dari 4 halaman

Khawatir Memicu Aksi Main Hakim Sendiri

Sejumlah perempuan yang mengenakan niqab menyimak sidang Parlemen Denmark di Kopenhagen, Denmark (31/5). Keputusan pelarangan tersebut disahkan dalam voting di parlemen pada Kamis 31 Mei 2018. (Mads Claus Rasmussen / Ritzau Scanpix / AFP)

Nourdin el-Ouali, pemimpin partai Nida, mengatakan pelarangan itu memiliki konsekuensi yang jauh, karena menimbulkan "pelanggaran serius" untuk kebebasan beragama dan kebebasan bergerak.

"Mereka tidak akan diizinkan naik metro, bus, atau trem ketika larangan tersebut berlaku. Mereka tidak bisa pergi ke rumah sakit, mereka tidak bisa pergi ke sekolah, mereka tidak bisa melapor ke kantor polisi," katanya seperti dikutip situs web Hart van Nederland.

"Untuk 17 juta orang Belanda, pertanyaannya adalah, masalah apa yang sebenarnya kita selesaikan di sini?" El-Ouali bertanya, seraya menyebut hanya beberapa ratus wanita mengenakan niqab atau burqa di Belanda.

El-Ouali mengatakan dia takut khalayak akan menjadikan larangan tersebut sebagai alasan untuk main hakim sendiri ketika mereka melihat seseorang mengenakan niqab atau burqa.

Sementara itu, pada hari Rabu, sebuah editorial di surat kabar konservatif Algemeen Dagblad memicu kemarahan publik, setelah menerbitkan sebuah penjelasan tentang apa yang harus dilakukan jika seseorang terlihat mengenakan pakaian yang dilarang.

Salah satu anjurannya termasuk melakukan penangkapan langsung.

Meski begitu, sepanjang hari Kamis, tidak ada laporan segera tentang siapa pun yang didenda berdasarkan aturan tersebut.

4 dari 4 halaman

Pro dan Kontra Larangan Burqa

Sejumlah perempuan mengenakan niqab duduk di antara hadirin di Parlemen Denmark di Kopenhagen, Denmark (31/5). Denmark resmi melarang pakaian yang menutupi wajah, termasuk cadar Islam seperti niqab atau burqa. (Mads Claus Rasmussen / Ritzau Scanpix / AFP)

Politikus anti-Islam Geert Wilders, yang mengusulkan pelarangan cadar pada 2005, menyambut baik diperkenalkannya larangan terbatas itu sebagai "hari bersejarah".

Dia menyerukan agar larangan itu diperluas dengan memasukkan jilbab.

"Saya percaya kita sekarang harus mencoba untuk membawanya ke langkah berikutnya," kata Wilders kepada kantor berita The Associated Press dalam sebuah wawancara telepon.

"Langkah selanjutnya untuk memastikan jilbab juga bisa dilarang di Belanda," lanjutnya.

Di lain pihak, pemerintah Belanda bersikeras bahwa larangan parsial tidak menargetkan agama apa pun, dan bahwa orang bebas untuk berpakaian seperti yang mereka inginkan.

Hukum Belanda tidak melarang pemakaian burqa di jalan, tidak seperti larangan serupa yang diberlakukan Prancis pada tahun 2010.

Larangan pemakaian burqa di tempat umum juga diterapkan di Belgia, Denmark dan Austria.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya