Menengok Sejarah Jakarta Lewat Ilusi Hologram

Mengenal lebih dekat sejarah Jakarta dan pembangunan dari masa ke masa lewat rangkuman hologram yang apik.

oleh Putu Elmira diperbarui 23 Jul 2019, 10:01 WIB
Penampakan hologram dalam rangka Monas Week 2019 terpampang di Auditorium Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Senin (22/7/2019). Hologram tersebut menampilkan wajah Jakarta dari masa ke masa. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ada beragam upaya untuk memperkenalkan sejarah Jakarta khususnya kepada generasi milenial bersama sentuhan yang tak biasa. Satu di antaranya diwujudkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lewat Pameran Hologram.

"Salah satu kegiatan Monas Week ini bertujuan untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan Nusantara," kata Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Edy Junaedi di Monas, Jakarta Pusat, Senin, 22 Juli 2019.

Pameran bertajuk Kala Jakarta ini menampilkan sejarah panjang Ibu Kota RI yang terbagi atas tiga periode yakni pra-kolonial, masa kolonial, dan masa kemerdekaan dengan teknologi ilusi hologram.

"Sejarah menjadi muatan penting untuk dibagikan masyarakat dan generasi muda. Kami melihat konteks sejarah perlu disampaikan dengan media yang tidak biasa dan hologram salah satu cara untuk menyampaikan pesan sejarah," jelas kreator hologram Adi Panuntun.

Adi menambahkan era digital diserap melalui teknologi media yang menjadi masa depan dan revolusi industri 4.0. Teknik hologram coba memanfaatkan teknologi lewat ilusi hologram.

"Kami ingin mengemas sejarah tampil lebih kekinian dan modern, tidak terjebak dengan cara-cara lama dan itu menjadi idenya," lanjut founder Sembilan Matahari ini.

Meski penuh tantangan dalam penggarapan proyek kali ini, Adi dan tim melibatkan beberapa elemen teknologi untuk menghadirkan tampilan ilusi hologram yang apik.

"Ada proyektor cahaya yang tidak kecil, memakai holoscreen yang bukan terbuat dari layar biasa tetapi ada bahan khusus, serta teknologi pembuatan konten software-software yang tidak sederhana," kata Adi.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Gandeng Anak Muda

Penampakan hologram dalam rangka Monas Week 2019 terpampang di Auditorium Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Senin (22/7/2019). Monas Week 2019 digelar untuk mengenalkan sejarah Ibu Kota ke masyarakat, terutama generasi milenial. (Liputan6.com/JohanTallo)

Adi Panuntun menyampaikan bahwa sebagian penggiat hologram adalah anak-anak muda atau para milenial. Untuk Pameran Hologram Monas Week ini, ia turut menggandeng generasi muda.

"Sebagian yang diproduksi bukan saya saja yang buat bahkan sebagian masih sekolah di SMK. Yang membuat saya senang, hasil riset sejarah Jakarta diperdengarkan kepada mereka dan langsung suka," ungkap Adi.

Dalam proses penggarapan, anak-anak muda harus tahu adegan yang akan disampaikan lewat ilusi hologram. "Ini membuat mereka kembali belajar sejarah. Ketika membuat tentunya mereka sekaligus belajar," tambahnya.

Lantas, mengapa hologram yang dipilih untuk menyampaikan perjalanan panjang sejarah Jakarta pada gelaran kali ini?

"Terkait dengan konteks yang berada di dalam ruangan Monas. Melihat lingkungan sangat nyaman untuk menyaksikan ilusi hologram dengan holoscreen. Dengan satu layar single mengadopsi diorama dengan satu tayangan," tutur Adi Panuntun.

3 dari 3 halaman

Cara Asyik Belajar Sejarah dengan Ilusi Hologram

Penampakan hologram dalam rangka Monas Week 2019 terpampang di Auditorium Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Senin (22/7/2019). Hologram tersebut menampilkan wajah Jakarta dari masa ke masa. (Liputan6.com/JohanTallo)

Pameran Hologram diselenggarakan di Museum Sejarah Nasional Tugu Monas mulai 23--31 Juli dan terbuka untuk umum. Pameran dilaksanakan setiap hari kecuali Senin dengan beberapa jadwal penayangan.

Pertunjukan pertama mulai 11.00--11.25 WIB, pertunjukan kedua mulai 13.00--13.25 WIB, pertunjukan ketiga mulai 15.00--15.25 WIB, pertunjukan keempat mulai 16.00--16.25 WIB, pertunjukan kelima mulai 17.00--17.25 WIB, dan pertunjukan keenam mulai 19.00--19.25 WIB.

"Total ada sekitar 20 menit dengan tiga era sejarah, per era sekitar 8--9 menit," kata Adi.

Selain dari proses produksi, Adi dan tim juga perlu penggalian materi dalam dan sumber yang tepat. "Melibatkan sejarawan, literatur source, membaca buku yang valid dari Dinas DKI Jakarta," tambahnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya