Kapolri: Sebagian Besar Laporan Pelanggaran Pemilu Tak Masuk Tindak Pidana

Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengungkap ada 600 laporan dugaan pelanggaran Pemilu 2019 yang diterima Bawaslu.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Mei 2019, 17:48 WIB
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengikuti raker dengan Komisi III DPR di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/6). Rapat membahas Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA K/L). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengungkap ada 600 laporan dugaan pelanggaran Pemilu 2019 yang diterima Bawaslu. Namun sebagian besar dari laporan itu tak masuk kategori pidana.

"Sampai Jumat 3 Mei terdapat 600 laporan ke Bawaslu. Namun di Bawaslu ada mekanisme litigasi dan nonlitigasi atau lewat jalur pidana atau nonpidana atau dengan mediasi. Dari 600 laporan itu, sebanyak 441 laporan diselesaikan lewat mekanisme nonlitigasi, bukan proses hukum karena bukan tindak pidana," jelas Tito dalam rapat dengan Komite I DPD RI, di kompleks parlemen Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (7/5/2019).

Sementara itu, lanjut Tito, sebanyak 159 laporan dianggap pelanggaran pidana Pemilu 2019. Sejumlah laporan ini pun dilanjutkan ke proses hukum.

Dari 159 kasus itu, sebanyak 123 kasus diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum dan 23 laporan dihentikan atau SP3 karena tidak memenuhi unsur pidana. Sementara itu 13 laporan masih dalam proses penyidikan.

"Ada berbagai jenis variasi kasus yang terjadi mulai dari kasus pemalsuan KTP, pemalsuan surat suara, kampanye di luar jadwal, tidak menyerahkan salinan DPT ke parpol, dan tindakan-tindakan yang dianggap merugikan dan menguntungkan peserta Pemilu," jelasnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Rincian

Kapolri Jenderal Tito Karnavian memberi sambutan saat memimpin Apel Kesiapan Natal, Tahun Baru dan Pemilu 2019, Jakarta, Jumat (30/11). Apel diikuti 50.000 personel dari AD, AL, AU, dan Polri. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Tito memaparkan, dari ratusan laporan itu 38 merupakan perkara yang dianggap bisa diangkat jadi proses pidana. Kemudian tindakan yang diduga merugikan atau menguntungan salah satu calon sebanyak 28 perkara.

Menghina peserta Pemilu sebanyak satu perkara, kampanye melibatkan pihak yang dilarang sebanyak 13 perkara, kampanye di tempat ibadah dan pendidikan 15 perkara, kampanye menggunakan fasilitas pemerintah 10 perkara, pihak yang dilarang sebagai pelaksana tim kampanye 13 perkara, perusakan alat peraga kampanye tujuh perkara, laporan adu domba dua perkara, menghalangi jalannya kampanye tiga perkara, memberikan suara lebih dari satu yang terbukti dua perkara, dan menyebabkan suara pemilih tidak ternilai sebanyak satu perkara.

"Ini kira-kira kasus yang terjadi yang ditangani oleh Bawaslu yang kemudian 159 di antaranya diproses pidana melalui proses mekanisme Gakkumdu yang melibatkan Polri sebagai penyidik, kejaksaan dan kemudian masuk dalam proses peradilan," tutupnya.

 

Reporter: Hari Ariyanti

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya