Sawo Raksasa Bakal Jadi Komoditas Ekspor RI

Daerah sentra pembibitan yang menjadi perhatian Kementan yakni Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

oleh Septian Deny diperbarui 19 Apr 2019, 15:00 WIB
Buah sawo raksasa milik Zaky di Ponorogo. Foto: (Dian Kurniawan/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pertanian (Kementan) berupaya meningkatkan produksi buah-buahan lokal, yang tidak hanya dikonsumsi dalam negeri, namun hingga diekspor. Salah satunya dengan mendorong perkembangan sentra pembibitan di berbagai daerah.

Daerah sentra pembibitan yang menjadi perhatian Kementan yakni Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Di daerah ini, tepatnya di Dusun Teki, Desa Kebonrejo, Kecamatan Salaman, terdapat sentra pembibitan sawo raksasa atau disebut Mamey Sapote asal Meksiko dan klengkeng keteki.

Kemudian Dusun Brengkel 1, Desa Brengkel Kecamatan Salaman merupakan sentra pembibitan alpukat.

"Bibit buah di daerah ini merupakan bibit unggul. Bibitnya tersedia kapan saja dan jumlahnya banyak. Buah yang dihasilkan berkualitas sangat bagus," ujar Direktur Jenderal Hortikultura Kementan, Suwandi, di Jakarta, Jumat (19/4/2019).

Dia mengatakan, dengan berkembangnya sentra pembibitan seperti ini, produksi buah lokal semakin meningkat dan kualitasnya pun semakin meningkat.

Dengan demikian, buah lokal semakin mendominasi pasar domestik dan ekspor. Upaya pemerintah guna menekan impor melalui substitusi pun optimis bisa dilakukan lebih cepat.

"Bagi petani di seluruh Indonesia, bisa datang belajar ke Magelang belajar pembibitan. Bagi yang mau beli, silahkan datang juga ke Magelang. Kita majukan budidaya buah lokal. Kualitas buah kita jauh lebih bagus," kata dia.

Mugiyanto, salah satu pembibit di wilayah tersebut mengatakan, jenis sawo raksasa mamey sapote yang dikembangkan antara lain Magana, Loreta, Havana dan Qiwes. Berat sawo raksasa bisa di atas 2 kg per buah yang rasanya mirip ubi Cilembu.

"Sawo raksasa sudah dikembangkan 5 tahun. Sepanjang waktu berbuah terus, tidak mengenal musim. Buahnya dari kembang sampai bisa dipanen (konsumsi) kurang lebih 9 bulan," ungkap dia.

 

2 dari 2 halaman

Buah Lain

Ilustrasi alpukat (dok. Pixabay.com/FoodieFactor/Putu Elmira)

Di Dusun Teki, Desa Kebonrejo ini Mugiyanto pun melakukan pembibitan klengkeng. Klengkengnya mencapai 30 jenis, di antaranya Klengkeng Kateki, Itoh, Mata Lada, dan Merah yang produksinya setiap tahun mencapai 130 ribu batang.

Teknik persilangan atau perbanyakan bibit kelengkeng yang dilakukan ada 4 teknik, yaitu sambung sisip, tempel mata, sambung pucuk, dan sambung susu.

"Teknik sambung sisip membutuhkan waktu 20 sampai 30 hari. Sambung mata butuh waktu yang lebih lama, 25 sampai 35 hari. Keberhasilan sambung pucuk tergantung cuaca dan sambung susu butuh waktu 1,5 bulan," ungkap dia.

Selain sawo dan kelengkeng, pembibitan buah yang dikembangkannya juga alpukat. Terdapat beberapa jenis alpukat seperti kendil dan aligator.

Alpukat kendil sudah dilepas varietasnya. Berat buahnya mencapai 1,5 hingga 2,5 kg per buah dan satu pohon umur 7 tahun bisa berbuah di atas 1 ton per tahun yang berbuah sepanjang waktu. Harga buah di petani Rp 35 ribu per kg.

"Ada juga alpukat aligator berat 0,9 sampai 1,5 kg per buah, bisa berbuah di atas 1 ton per pohon pertahun," tandas dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya