Cerita Akhir Pekan: Pudarnya Permainan-Permainan di Masa Kecil

Seiring waktu berjalanan, permainan-permaian di masa kecil kian menghilang.

oleh Komarudin diperbarui 13 Apr 2019, 08:30 WIB
Warga bermain congklak di Taman Bermain Masyarakat (TBM) Kolong Ciputat, Tangsel, Banten, Minggu (22/7). (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta- Permainan hal yang menyenangkan di dalam kehidupan manusia, baik dari kecil hingga dewasa. Permainan menjadi hal yang tak bisa lepas dalam kehidupan manusia.

John Huizinga, profesor sejarah dari Universitas Leiden menyebutkan bahwa "permainan lebih tua daripada kebudayaan." Hal tersebut diungkapkan Huizinga dalam bukunya yang sangat terkenal Homo Ludens, a Study of Play Element in Culture.

Istilah Homo Ludens dari Huizinga tersebut jadi populer hingga saat ini. Istilah tersebut menyebut manusia sebagai "makhluk bermain". Makhluk yang suka dengan permainan atau menciptakan permainan.

Sebagai suatu kebudayaan, permainan adalah perkembangan khas manusiawi yang berasal dari penggunaan intelegensi dan kebebasan yang dimiliki manusia.  Permainan, khususnya permainan anak mempunyai manfaat yang sangat penting.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Pudarnya Permainan Anak

Seorang anak bermain permainan tradisional lompat tali di RPTRA Melati Duri Pulo, Jakarta, Sabtu (13/10). Traditional Games Returns (TGR) mengampanyekan permainan tradisional Indonesia untuk membangkitkan eksistensinya. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Seperti diungkapkan tokoh pendidikan dan pahlawan nasional Ki Hajar Dewantara bahwa permainan anak-anak sungguh bermanfaat untuk mendidik perasaan diri, sosial, disiplin, tertib, setia, kesanggupan, waspada, siap menghadapi segala keadaan, tak mudah putus asa, membiasakan berpikir riil, sehingga anak terus sanggup berjuang untuk mencapai tujuannya.

Meski permainan-permainan anak sangat penting, faktanya sejumlah permainan-permaina di masa kecil mulai memudar. Seiring waktu berjalanan beragam permainan, seperti layangan, kelereng, meriam bambu, peletokan, congklak, engklek, ular naga mulai menghilang.

Banyak anak yang sudah meninggalkan permainan tradisional. Mereka mengubah permainan mereka lewat kecanggihan teknologi. 

Berdasarkan penelitian Pew Research Center, memang hanya 43 persen orang dewasa yang bermain game dibandingkan dengan remaja yang mencapai angka 90 persen. Ketika kecanggihan teknologi yang semakin pesat, orangtua yang mengajarkan permainan tradisional, pasti digolongkan kuno oleh anak.

Mengajarkan permainan tradisional anak dianggap jalan buntu di era digital, meski begitu tetap penting dilakukan agar anak tak cenderung egois. Di sisi lain, anak-anak pun dapat memperoleh pelajaran berharga dari bermain di dunia virtual, asalkan dapat memilih yang tepat permainannya. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya