Awas, Gambut di Riau Berstatus Bahaya

Lahan gambut di Provinsi Riau dinyatakan berstatus bahaya dan tingkat kerentanannya terhadap kebakaran sangat tinggi.

oleh M Syukur diperbarui 27 Mar 2019, 10:00 WIB
Pembuatan sekat kanal dipercaya mempertahankan kebasahan gambut pada saat kemarau. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru- Lahan gambut di Provinsi Riau dinyatakan berstatus bahaya dan tingkat kerentanannya terhadap kebakaran sangat tinggi. Pemicunya adalah titik muka air (TMA) sangat rendah sehingga perlu penanganan cepat dari pemerintah daerah supaya tak terbakar.

Kerentanan ini diketahui dari 47 alat TMA yang dipasang Badan Restorasi Gambut (BRG) di berbagai kabupaten dan kota di Bumi Landang Kuning. Dari alat yang dipasang, hanya satu TMA yang berstatus siaga, sementara sisanya berstatus bahaya.

Menurut Deputi Bidang Konstruksi, Operasi dan Pemeliharaan BRG, Alue Dohong, gambut di Riau digencarkan sejak 22 Maret 2019. Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Riau dan Tim Restorasi Gambut Daerah diajak bekerjasama.

"Tujuannya jelas, agar gambut tetap basah dan tidak menjalarkan api ke titik-titik lainnya," kata Alue di Pekanbaru, Selasa (26/3/2019).

Alue menjelaskan, pembasahan dilakukan dengan membuat sumur bor dan pembuatan sekat kanal untuk mempertahankan debit air di gambut. Sumur bor diutamakan pada daerah-daerah yang dekat pemukiman masyarakat, terutama yang pernah terbakar pada tahun 2015.

Operasi di lahan gambut terbakar dan rawan tahun ini di Riau menelan biaya kurang lebih Rp 1,3 miliar. Pemerintah Provinsi Riau juga mengucurkan dana Rp 800 juta untuk memelihara sumur bor dan sekat kanal.

"Juga dibagikan enam pompa air serta perlengkapan pemadaman, seperti helm dan sepatu boots. Ada empat desa di Kepulauan Meranti dan Kota Dumai karena memang di sana gambutnya rawan, tiga mesin digunakan membasahi gambut, sisanya memadamkan api," terang Alue.

Sebelumnya juga diserahkan 10 unit pompa air untuk membasahi gambut di Desa Mundam, Kecamatan Medang Kampai, Kota Dumai. Saat ini di sana tengah terjadi kebakaran.

Meskipun pembahasan gencar dilakukan, Alue menyatakan kebakaran lahan tidak bisa dihindari. Misalnya sajakebakaran di Desa Lukun dan Desa Tanjung Peranap, Kabupaten Kepulauan Meranti, dan beberapa daerah di kabupaten lainnya.

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Sudah 2.719,69 Hektare

Petugas mendinginkan gambut yang baru terbakar agar bara api di dasarnya tak menyala lagi. (Liputan6.com/M Syukur)

Sebelumnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Riau menyatakan luas kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) sudah mencapai 2.719,69 hektare. Jumlah itu tersebar di semua kabupaten dan kota dengan peningkatan 700 hektare dalam sepekan terakhir.

Menurut Kepala BPBD Riau Edward Sanger, kebakaran lahan paling luas ada di Kabupaten Bengkalis yang mencapai 1.263,83 hektare. Pulau Rupat menjadi paling parah karena daerah itu berkontur gambut dan terbakar sejak Februari.

Selain Bengkalis, kebakaran paling luas berikutnya tercatat di Rokan Hilir sebanyak 407 hektare, Siak 314,5 hektare, Meranti 222,4 hektare serta Kota Dumai 192,25 hektare. Berikutnya Indragiri Hilir 107,1 hektare serta Indragiri Hulu 64,5 hektare.

"Selanjutnya, di Pekanbaru tercatat 37,75 hektare lahan terbakar, Kampar 26,6 hektare, Rokan Hulu dua hektare, dan Kuantan Singingi lima hektare," terang Edward.

Hingga hari ini, upaya pemadaman Karhutla dengan melibatkan TNI, Polri, BPBD, Manggala Agni dan masyarakat masih terus berlangsung. Selain tim darat, pemadaman diperkuat helikopter untuk melakukan bom air.

"Sekarang kita sudah punya 3 heli dari BNPB. Kemudian dari dunia usaha ada 3 unit, dari KHLK 1 unit, dari polisi 1 unit, TNI AU 1 unit, TNI AD 1 unit, dan akan masuk satu unit lagi dari dunia usaha," katanya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya