PVMBG Duga Tingginya Beban Jalur Air Picu Longsor di Sukabumi

Pola longsoran tanah di Kampung Cimapag, Desa Sinaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, hampir serupa dengan peristiwa di Perkebunan Teh Dewata, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung.

oleh Arie Nugraha diperbarui 03 Jan 2019, 12:08 WIB
Tim SAR dibantu warga sekitar berusaha mencari orang yang tertimbun longsor di Dusun Cimapag, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Sukabumi, Selasa (1/1). Hingga Selasa dini hari, 2 orang ditemukan meninggal dan 3 luka-luka. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Bandung - Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi menduga, tingginya beban jalur air di atas Kampung Cimapag, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat, menjadi pemicu tanah longsor pada Senin petang 31 Desember 2018 .

Jalur air tersebut kemungkinan besar terhambat. Sebelum terjadinya tanah longsor, dilaporkan hujan lebat turun selama beberapa jam sehingga volume air meninggi keluar dari jalur dan tumpah ke perkebunan di atas permukiman.

Menurut Kepala Bidang Mitigasi Gerakan Tanah PVMBG Badan Geologi Agus Budianto, dugaan itu berdasarkan pola longsoran tanah yang mengalir dan berkelok mengikuti kondisi perbukitan setempat.

Agus mengatakan, pola longsoran tanah di Kampung Cimapag, Desa Sinaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, hampir serupa dengan peristiwa di Perkebunan Teh Dewata, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat pada 23 Februari 2010.

"Ada gunung tinggi di sebelahnya kan ? Sebelahnya yang longsor itu yang bagian pendeknya. Polanya mirip juga seperti itu. Kalau gerakan tanah itu memang sifatnya lokal, kalau parameternya miripnya sama, lahan yang dipakai sama, punya pelapukan sama, yang berbeda itu jalur air," kata Agus Bandung, Kamis (3/1/2019). 

"Nah itulah yang sebenarnya yang penting karena dari jalur air itu muncul pembebanan pergerakan. Kan air kalau masuk ke dalam tanah yang gembur dan mudah gembur terinflintrasi dan bagian bawahnya keras, dia kan nambah beban dan air bergerak mengikuti gravitasi. Nah itulah yang membedakan," tambah Agus.

Sementara itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sukabumi menyatakan, 20 warga terdampak bencana tanah longsor di Kampung Garehong, Dusun Cimapag, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, belum ditemukan hingga Kamis pagi.

BPBD Sukabumi merilis nama 20 orang yang menurut laporan keluarga dan kerabat mereka belum ditemukan pascabencana tanah longsor 31 Desember 2018.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Gerakan Tanah

Berdasarkan data dari situs Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral jenis gerakan tanah yang terjadi di Perkebunan Teh Dewata, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat pada 23 Februari 2010 lalu adalah tanah longsor dengan tipe rotational sliding yang berkembang menjadi aliran bahan rombakan dengan panjang landaan bahan rombakan mencapai 800 meter.

Sebelum terjadi tanah longsor dirasakan adanya getaran dan terjadi perubahan fisik pada air yang bersumber dari mata air di lereng yang mengalami longsoran.

Agus menjelaskan terjadinya gerakan tanah pada intinya adalah adanya pembebanan air yang cukup tinggi. Selain adanya hal pendukung timbulnya terjadi longsoran seperti kemiringan tebing dan tanah gembur di atas batuan keras.

"Jadi memang gerakan tanah itu kontrolnya bukan hanya dari pusat tapi semua memang bertanggungjawab. Karena ini soal pembebanan oleh air, akibat perubahan tata guna lahan atau pun tempatnya. Nah yang penting jalur airnya, itu yang membedakan semua situasi," ujar Agus.

Agus menuturkan, banyak jalur air dan sungai baru yang terbentuk karena perubahan lahan. Hal itu berakibat mempengaruhi kondisi kawasan sekitarnya dan menjadi adanya perubahan alam.

Kondisi saat ini tim SAR gabungan masih terus melakukan evakuasi dan pendataan di Kampung Cimapag, Desa Sinaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, untuk memastikan jumlah korban dan rumah yang tertimbun material longsoran.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya