Menko Polhukam Minta MA Prioritaskan Gugatan soal Eks Napi Korupsi Nyaleg

Menko Wiranto menyatakan, hasil rapat meminta MA segera memprioritaskan gugatan mengenai boleh atau tidaknya mantan napi korupsi maju sebagai calon legislatif.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 04 Sep 2018, 18:17 WIB
Menko Polhukam Wiranto menggelar rapat bersama KPU, Bawaslu, DKPP, dan Kemendagri membahas mantan napi korupsi jadi caleg di Pileg 2019 (Liputan6.com/ Putu Merta Surya Putra)

Liputan6.com, Jakarta - Menko Polhukam Wiranto mengadakan rapat dengan Kementerian Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengenai mantan napi korupsi yang maju Pileg 2019. Rapat tersebut berlangsung secara tertutup.

Menko Wiranto menyatakan, hasil rapat meminta Mahkamah Agung (MA) segera memprioritaskan gugatan mengenai boleh atau tidaknya mantan napi korupsi maju sebagai calon legislatif. Hal ini untuk menyelesaikan beda pandangan antara KPU dan Bawaslu.

KPU melarang mantan napi korupsi maju sebagai caleg di Pileg 2019, sedangkan Bawaslu meloloskan napi yang dilarang tersebut.

"Rapat tadi secara sepakat telah akan meminta kepada MA untuk memprioritaskan. Kan begitu banyak yang akan diselesaikan, diprioritaskan ini. Agar kita tak terhambat untuk menetapkan DCT itu," ucap Wiranto di kantornya, Jakarta, Selasa (4/9/2018).

Dia menuturkan, ini menyangkut kepentingan nasional. Karenanya harus didukung semua pihak.

"Saya rasa ini kepentingan nasional yang tentu harus didukung semua pihak. Kalau ada masalah ini kita harapkan MA memahami persoalan ini dengan memprioritaskan," jelas Wiranto.

2 dari 2 halaman

Landasan

Dia menegaskan, baik KPU dan Bawaslu mempunyai landasan hukum yang benar. Sehingga sekarang bukan waktunya mencari siapa yang benar dan salah.

"Keduanya memiliki argumentasi yang cukup sahih, rasional. (Jika) keputusan-keputusan itu bertentangan, itu lain soal. Oleh karena itu. Kita tak menyatakan salah benar. Tapi gimana pendapat yang berbeda itu kita satukan," pungkasnya.

Sebelumnya, Bawaslu telah meloloskan 12 mantan narapidana (napi) korupsi yang mendaftarkan diri sebagai bakal calon legislatif (caleg) di Pemilu 2019. Menurut Komisioner Bawaslu Rahmat Bagja 12 bakal caleg itu diloloskan dengan alasan hak konstitusional.

"Keputusannya adalah hak konstitusional warga negara, hak dipilih dan memilih Pasal 28 J. Pasal 28 J ini jika ingin disimpangi maka penyimpangannya melalui undang-undang," kata Bagja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 3 September 2018.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman pun meminta keputusan Bawaslu terkait diloloskannya 12 mantan napi korupsi menjadi bakal caleg di Pemilu 2019 menunggu hasil judicial review Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 di Mahkamah Agung (MA).

"Jadi kami minta eksekusi terhadap keputusan Bawaslu itu harus ditunda sampai PKPU nya nanti yang di judicial review itu dinyatakan sesuai dengan UU atau tidak," kata Arief di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 3 September 2018.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya