Sri Mulyani: Rupiah Terus Melemah, Krisis 1998 Tak Bakal Terulang

Kondisi Indonesia saat ini sudah berbeda dibanding 20 tahun yang lalu di mana saat itu BI sebagai pengelola stabilitas keuangan belum menjadi institusi yang independen.

oleh Merdeka.com diperbarui 22 Mei 2018, 13:19 WIB
Menkeu Sri Mulyani memberi sambutan dalam acara launching Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) di Gedung BI, Jakarta, Senin (4/12). Bank Indonesia (BI) meresmikan GPN sebagai sistem pembayaran yang terintegrasi di Indonesia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Meski nilai tukar rupiah terus tertekan hingga melewati level 14.000 per dolar AS, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjamin Indonesia tidak akan mengalami krisis seperti yang terjadi 20 tahun silam pada 1998.

Mantan pejabat Bank Dunia tersebut menegaskan kondisi Indonesia saat ini sudah sangat jauh berbeda dibanding 20 tahun yang lalu di mana saat itu Bank Indonesia sebagai pengelola stabilitas keuangan belum menjadi institusi yang independen.

"Ya berbeda sama sekali dong, banyak sekali perbedaannya. Pertama dari sisi peraturan per undang-undangan dimana 20 tahun yang lalu sebelum krisis, BI itu tidak independen. Kita tidak memiliki apa yang disebut institusi pengawas sektor keuangan yang independen," kata Sri Mulyani saat ditemui di kantornya, Selasa (22/5/2018).

Dia menjelaskan, sekarang BI menjelma menjadi lembaga independen dan memiliki misi yang jelas yaitu menjadi stabilitas nilai tukar serta menjaga inflasi.

"Mereka punya bauran kebijakan, dulu mereka tidak punya. Kita sekarang sudah punya apa yang disebut market mekanisme melalui bauran kebijakan, dulu kita tidak punya," ujarnya.

Selain itu, lanjutnya, undang-undang keuangan negara pun saat ini sudah semakin ketat sehingga bisa memberikan rambu-rambu mengenai jumlah defisit APBN dan persoalan lainnya.

Sri Mulyani juga membeberkan peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang turut menjaga kondisi keuangan di Tanah Air. Pada 20 tahun lalu, lembaga seperti itu belum berdiri di Indonesia.

"OJK adalah institusi yang mengelola dan mengawasi sektor keuangan secara independen dan profesional dan kredibel. Mereka terus melihat seluruh sektor perbankan dan keuangan non bank, dilihat mana yang mengalami kondisi yang tidak baik, penyebabnya apa dan tanggung jawab dari pemiliknya itu seperti apa." jelas dia.

 

2 dari 2 halaman

OJK Aktif Mengawasi

Menteri Keuangan Sri Mulyani. (Liputan6.com/Fatkhur Rozaq)

Dia melanjutkan, sekarang ini OJK selalu aktif mengawasi dan meminta kepada para pemilik untuk selalu berkomitmen mejaga inklusi keuangannya sehingga tata kelola semakin transparan dan banyak perusahaan dan lembaga lainnya yang melakukan publikasi dari keseluruhan neraca keuangannya.

Sri Mulyani juga menyinggung lembaga antirasuan atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinilai bisa menjadi salah satu pencegahan krisis. Lembaga seperti itu belum ada di Indonesia pada 20 tahun silam.

Sebelum ada KPK, lanjutnya, penyelewengan atau tata kelola yang tidak baik yang menimbulkan kerugian finansial menjamur sebab tidak ada lembaga yang menanganinya secara khusus.

"Kita juga punya yang disebut KPK, jadi kalau dari sisi safety, sebelum terjadinya 20 tahun yang lalu banyak hal yang bisa dilakukan, apa yang disebut penyelewengan atau tata kelola yang buruk itu bisa berjalan secara meluas tanpa ada mekanisme," ujarnya.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya