Pasal Santunan RUU Terorisme Disepakati, Korban Bom Akan dapat Ganti Rugi

Dalam pembahasan revisi UU Terorisme akan diatur besaran santunan bagi para korban yang terkena langsung maupun terdampak teror bom.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Mei 2018, 07:11 WIB
Suasana Rapat Pansus Revisi UU Terorisme di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (31/5). Rapat membahas revisi yang tidak hanya menyangkut penindakan, tetapi harus diawali dengan pencegahan, baru tindakan. (Liputan6/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pasal tentang santunan bagi korban terorisme telah disepakati masuk dalam revisi Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme. Setelah revisi UU Terorisme disahkan, nantinya para korban teror bom, mulai dari bom Bali I sampai Thamrin akan mendapatkan santunan dari pemerintah.

"Sudah masuk, tadi sudah saya jelaskan. Jadi ganti rugi ini komprehensif, ke depan itu berapa besaran ganti rugi bagi korban sejak 2002 Bom Bali dapat," kata Wakil Ketua Pansus RUU Terorisme Supiadin Aries Saputra di Resto Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (19/5/2018).

Dalam pembahasan revisi UU Terorisme akan diatur besaran santunan bagi para korban yang terkena langsung maupun terdampak teror bom. Besaran santunan, kata Supiadin, akan disesuaikan tingkat kecelakaan, seperti luka ringan, sedang, dan berat.

"Kalau dia luka ringan berapa, luka berat berapa, tewas berapa. Rp 75 juta untuk yang luka-luka, saya enggak bisa sebutkan di sini nanti ada aturannya," terang dia.

Supiadin menjelaskan, nantinya pemerintah akan memberikan santunan secara otomatis kepada korban teror bom tanpa harus menunggu hasil pengadilan. Dalam revisi UU Terorisme, mekanisme untuk mendapatkan santunan tidak sulit.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Syarat dapat Santunan

Keluarga dan kerabat korban bom gereja Surabaya menghadiri pemakaman Martha Djumani di komplek Taman Makam Keputih, Surabaya, Rabu (16/5). Martha merupakan korban bom bunuh diri di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya Minggu (13/5) lalu. (AP/Achmad Ibrahim)

Para korban bom hanya harus menyerahkan rekomendasi penyidik atau keterangan saksi di lapangan.

"Ya, di situ kita ingin sejak awal Densus mengatakan korban itu diberikan kalau sudah ada rekomendasi dari penyidik," jelas dia.

"Tapi kita tidak hanya penyidik tapi saksi-saksi di lapangan. Kan ada orang bisa mati gara-gara denger suara bom, padahal dia tidak di lokasi. Pak ini saya mati gara-gara denger bom tadi mendadak, apa itu enggak diganti?" sambung Supiadin.

Reporter: Renald Ghiffari

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya