Meski Diblokir, Pengguna Rusia Masih Bisa Akses Telegram

Walau diblokir, para pengguna Telegram di Rusia kemungkinan besar masih bisa menggunakan aplikasi tersebut.

oleh Andina Librianty diperbarui 15 Apr 2018, 09:00 WIB
Menkominfo Rudiantara menerima kunjungan pendiri sekaligus CEO Telegram, Pavel Durov setibanya di kantor Kemenkominfo, Jakarta, Selasa (1/8). Pertemuan Menkominfo dengan Durov untuk menindaklanjuti pemblokiran Telegram. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Moscow - CEO Telegram, Pavel Durov, tidak pasrah begitu saja ketika Pemerintah Rusia memutuskan memblokir layanan pesan instan miliknya.

Walau diblokir, para pengguna Telegram di Rusia kemungkinan besar masih bisa menggunakan aplikasi tersebut.

Dilansir Reuters, Sabtu (14/4/2018), Durov mengatakan bahwa Telegram akan membuat sebuah sistem agar para pengguna di Rusia tetap bisa menggunakan layanan itu. Namun, pengguna tidak bisa menggunakan Telegram hanya dengan mengandalkan sistem tersebut begitu saja.

Berdasarkan penjelasan Drov di jejaring sosial VK, pengguna tetap harus menggunakan Virtual Private Networks (VPN) untuk mengakses Telegram. Ia tidak bisa menjamin para pengguna Telegram bisa mengakses layanan itu tanpa VPN.

Lebih lanjut, sebelumnya pengadilan di Moscow, Rusia, memerintahkan pemblokiran Telegram secepat mungkin. Pihak pengadilan menjatuhi hukuman penjegelan terhadap akses ke Telegram.

Pihak berwenang dan Badan Keamanan Federal Rusia (Federal Security Service, GSB) berargumen kerahasiaan di Telegram berpotensi dipakai para teroris. Pihak Telegram sendri menegaskan komitmennya yang tidak ingin diinterfensi oleh pihak manapun, termasuk pemerintah.

Terkait ancaman pemblokiran ini, pihak Telegram tidak ada yang datang ke pengadilan. Durov melarang kuasa hukum Telegram datang karena memandang kasus yang membelit mereka sebagai 'dagelan'. Alhasil, persidangan hanya berjalan kurang lebih 18 menit saja.

"Jangan sampai melegitimasi dagelan terbuka dengan kehadiran mereka (pihak kuasa hukum)," instruksi Durov.

2 dari 3 halaman

Pavel Durov Tegaskan Komitmen Telegram soal Privasi

Menkominfo Rudiantara menerima kunjungan pendiri sekaligus CEO Telegram, Pavel Durov setibanya di kantor Kemenkominfo, Jakarta, Selasa (1/8). Pertemuan Menkominfo dengan Durov untuk menindaklanjuti pemblokiran Telegram. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Tak lama setelah ketok palu pemblokiran Telegram, Durov mengeluarkan pernyataan tentang komitmen terhadap privasi dan Hak Asasi Manusia. Ia menegaskan kedua hal tersebut tidak boleh digadaikan.

"Di Telegram, kami memiliki 'kemewahan' dengan tidak memedulikan aliran pendapatan dan penjualan iklan. Privasi bukan untuk dijual, dan Hak Asasi Manusia tidak boleh dikompromikan karena ketakutan dan keserakahan," tulis Durov, seperti dikutip dari channel pribadinya di Telegram, Sabtu (14/4/2018).

Menurut Durov, pemerintah tidak seharusnya mengontrol perusahaan teknologi. Jika hal tersebut sampai terjadi, maka perusahaan-perusahaan teknologi akan melakukan berbagai hal yang tidak seharusnya. Ia pun menyontohhkan ketika Apple memindahkan server iCloud ke Tiongkok.

"Kekuatan yang dimiliki pemerintah lokal terhadap perusahaan-perusahaan TI berdasarkan pada uang. Pada saat tertentu, sebuah pemerintah bisa menghancurkan saham mereka dengan mengancam memblokir aliran pendapatan dari pasarnya dan memaksa perusahaan-perusahaan itu melakukan berbagai hal aneh," ungkap pendiri Telegram tersebut.

3 dari 3 halaman

Rusia Kerap Menyerang Kemerdekaan Berekspresi

Sebagai bagian kampanye, otoritas kota Moscow menjanjikan dipasangnya Wi-Fi di pemakaman. (foto: ruslanguage.com)

Sebelumnya, pihak Amnesti Internasional mengecam langkah Rusia yang berupaya memblokir Telegram. Rusia memang kerap mengemukakan ketidaksukaannya terhadap Telegram, yang tidak mau tunduk pada permintaan pemerintah.

"Dengan berupaya memblokir aplikasi pesan Telegram, pihak berwajib Rusia meluncurkan serangan berantai baru terhadap kemerdekaan berekspresi secara online di negaranya," ucap Denis Krivosheev dari Amnesti Internasional.

Pihak Amnesti menyoroti bagaimana Rusia kerap mengikis kemerdekaan berpendapat. Mulai dari memblokir situs berita yang melakukan kritik pada mereka, menerapkan aturan penyimpanan data yang keras, dan menyebut media di luar Rusia sebagai agen asing.

Di sisi lain, Amnesti memberi pujian kepada Telegram karena memiliki keberanian dan integritas dalam melindungi privasi pengguna.

(Din/Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya