MK Tolak Uji Materi Soal Syarat Remisi Narapidana Korupsi

MK menolak uji materi UU Permasyarakatan mengenai syarat remisi narapidana. MK menilai permohonan tidak beralasan terhadap hukum.

oleh Ika Defianti diperbarui 07 Nov 2017, 13:34 WIB
Ilustrasi sidang judicial review di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Undang-Undang Permasyarakatan mengenai syarat remisi narapidana. Permohonan itu diajukan oleh lima terpidana korupsi yaitu OC Kaligis, Barnabas Suebu, Irman Gusman, Suryadharma Ali dan Waryana Karno.

"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2017).

Arief menyatakan, para pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan. Namun, pokok permohonan para pemohon tidak beralasan terhadap hukum.

Pada permohonan ini, pemohon mempersoalkan mengenai ketentuan pada Pasal 14 ayat 1 huruf i Undang-Undang (UU) 12/1995 yang tentang Pemasyarakatan. Pasal itu menjelaskan tiap narapidana berhak mendapatkan remisi.

Namun, dalam Pasal 14 ayat 2, menyatakan pemberian remisi bagi narapidana diatur lebih rinci dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Pemasyarakatan.

Berdasarkan PP itu, narapidana kasus korupsi yang dapat menerima remisi itu apabila menjadi justice collaborator yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum.

Seorang narapidana dapat menjadi justice collaborator jika memperoleh rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karena itu, pemohon merasa dirugikan karena berpeluang diskriminatif.

 

2 dari 2 halaman

Tak Diskriminatif

Sementara itu, Majelis Hakim Konstitusi Manahan Sitompul menyebut tidak adanya unsur diskriminatif. Sebab pemerintah memang mempunyai kewenangan untuk mengatur dalam pemberian remisi.

"Hak remisi adalah hak hukum pemerintah sepanjang memenuhi syarat, maka remisi bukan tergolong pada HAM dan jak konstitusional," jelas Manahan.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya